Makalah
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
(Model
Pembelajaran Pendekatan Scientific Dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah)
OLEH
(KELOMPOK
IV)
1.
ZOE TRIANI.S (A1C3 13 094)
2.
ISWAN LABUDU (A1C3
11 088)
3.
AZIZ BARIATMO (A1C3
11 014)
4.
ROSNAINI GAMSIR (A1C3
13 054)
5.
HUSNUL KHATIMA (A1C3
13 112)
6.
IIN SAPUTRI (A1C3
13 016)
7.
WAODE KUASA (A1C3
13 070)
8.
MUH ARBI (A1C3
13 0)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan makalah “Model Pembelajaran Scientific Dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah”
dengan baik, guna melaksanakan tugas kami sebagai mahasiswa.
Penulis menyadari bahwa
sebagai manusia bukanlah mahluk yang sempurna, sehingga tidak mungkin
melepaskan diri dari berbagai kelemahan dan sifat alpa. Kondisi tersebut
berpengaruh langsung pada isi makalah ini, yang secara pasti tidak dapat lepas
dari berbagai kekurangan. Untuk itu dengan rendah hati dan penuh harapan, penulis
menunggu kritik-kritik dan saran-saran yang membangun dari pembaca. Kesediaan
pembaca menyampaikan bahan masukan sangat berharga bagi penulis, guna melakukan
perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan isi makalah ini yang berikutnya.
Dalam kesempatan yang
sangat baik ini, izinkan penulis menyampaikan terima kasih yang tulus bagi
pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu
teriring pula doa penulis semoga kebaikan tersebut mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipetik manfaatnya oleh pihak-pihak
yang memerlukannya.
Kendari, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1.1.Latar
Belakang ………………………..…………………………….1
1.2.Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3.Tujuan penulisan............................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 4
2.1 Konsep Dasar Pendekatan Scientific ...........................................
2.2 Langkah-Langkah
Pendekatan Scientific......................................
2.3 Latar Belakang Filosofis Pembelajaran
Berbasis Masalah
(PBM)............................................................................................
2.4 Konsep Dasar dan Karakteristik PBM..........................................
2.5 Hakikat Masalah dalam Pembelajarn Berbasis Masalah................
2.6 Sintaks Model Pembelajarn Berbasis Masalah..............................
2.7 Keunggulan
dan Kelemahan PBM ..............................................
BAB III PENUTUP.......................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kurikulum 2013 mengajak kita semua untuk semangat dan
optimis akan meraih pendidikan yang lebih baik. Kurikulum 2013 yang menekankan
pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah
sebagai katalisator utamanya atau perangkat atau apa pun itu namanya.
Pendekatan ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Dalam
konsep pendekatan scientific yang disampaikan oleh Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Selain
itu dalam proses belajar mengajar diperlukan adanya model
pembelajran,salahsatunya yaitu model pembelajaran berbasis masalah. Model
pembelajaran berbasis masalah yaitu pembelajaran yang dipusatkan pada siswa
melalui pemberian masalah di awal pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh
Soedjadi (200 : 99) bahwa: “ Model pembelajaran berbasis masalah memulai
pembelajaran dengan masalah yang
kompleks misalnya tentang hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, kemudian
dikupas menuju kepada konsep-konsep sederhana yang terkait”. Dengan
pemberian masaalah diawal pembelajaran pada pembelajaran berbasis masalah diharapkan nantinya mampu membawa sisiwa untuk berpikir kritis, kreatif, dan
mempunyai keterampilan memecahkan
masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep dasar dari materi yang diajarkan tersebut. Setelah pemberian masalah
di awal pembelajaran kemudian dilanjutkan
dengan adanya pengorganisasian siswa untuk belajar, melakukan
penyelidikan dan diakhiri dengan penyajian hasil karya serta pengevaluasian
proses pemecahan masalah. Sehingga dari pemecahan masalah tersebut siswa dapat
menemukan konsep dengan
membangunnya sendiri.
Pada hakikatnya, proses belajar mengajar merupakan
sebuah sistem yang di dalamnya memiliki berbagai komponen yang saling bekerja
sama dan terpadu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen tersebut
adalah tujuan pengajaran, guru dan peserta didik, bahan pelajaran, metode dan
strategi belajar mengajar, alat atau media, sumber pelajaran dan evaluasi.
Tentu saja, sebelum memutuskan untuk menerapkan metode dan media tertentu dalam
pembelajaran, guru hendaknya terlebih dahulu mengenali karakteristik siswa dan
karakteristik bahan ajar.
Dalam konsep lama model penyampaian informasi,
pendidik (teacher) berperan sebagai seorang expert yang
menyampaikan informasi kepada peserta didik (learner). Akan tetapi,
seiring dengan perubahan kurikulum, pembelajaran dituntut untuk lebih
melibatkan peran aktif peserta didik (Nurul, 2009). Apalagi saat ini siswa
mempunyai kreativitas yang lebih tinggi, memiliki keinginan untuk mencari dan
mendapatkan sesuatu yang baru, anti kemonotonan dan berjiwa dinamis. Karakter
seperti ini tentu saja harus diikuti dengan pola pengajaran guru yang mampu
menampung perubahan tersebut. Guru hendaknya memiliki kepekaan menyediakan,
menunjukkan, membimbing, dan memotivasi siswa agar mereka dapat berinteraksi
dengan berbagai sumber belajar yang ada.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
pada makalah ini adalah sebagai berikut :
a)
Bagaimana Konsep Dasar Pendekatan Scientific
?
b)
Bagaimana Langkah-langkah Pendekatan Scientific
?
c)
Bagaimana Latar Belakang Filosofis Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM)
?
d)
Bagaimana Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) ?
e)
Bagaimana Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM)
?
f)
Bagaimana Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
?
g)
Bagaimana Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM)
?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
a)
Mengetahui Konsep Dasar Pendekatan Scientific.
b)
Mengetahui Langkah-langkah Pendekatan Scientific.
c)
Mengetahui Latar Belakang Filosofis Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
d)
Mengetahui Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM).
e)
Mengetahui Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
f)
Mengetahui Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
g)
Mengetahui Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
1.4
Manfaat
Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
a)
Dapat mengetahui Konsep Dasar Pendekatan Scientific.
b)
Dapat mengetahui Langkah-langkah Pendekatan Scientific.
c)
Dapat mengetahui Latar Belakang Filosofis Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
d)
Dapat mengetahui Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM).
e)
Dapat mengetahui Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
f)
Dapat mengetahui Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
g)
Dapat mengetahui Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
KONSEP DASAR
PENDEKATAN SCIENTIFIC
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.
Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk
mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui
observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,
menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,
bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin
berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas
siswa.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar
yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan
teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar
penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam
Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan
mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua,
dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan
memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan
intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari
teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk
melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan
memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses
kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan
pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur
mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema
tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi
skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata
disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses
kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa
persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang
sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru
yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema
yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam
pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi
dan akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran
terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang
belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan
atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak
antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).
Ø Pembelajaran dengan metode saintifik
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. berpusat pada siswa.
2. melibatkan keterampilan proses sains
dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
3. melibatkan proses-proses kognitif
yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.
4. dapat mengembangkan karakter siswa.
Ø Tujuan pembelajaran dengan pendekatan scientific didasarkan
pada keunggulan pendekatan tersebut.
Beberapa tujuan pembelajaran dengan
pendekatan scientific adalah:
1.
untuk meningkatkan kemampuan intelek,
khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2.
untuk membentuk kemampuan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
3.
terciptanya kondisi pembelajaran dimana
siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4.
diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5.
untuk melatih siswa dalam
mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
6.
untuk mengembangkan karakter siswa.
Ø
Beberapa prinsip pendekatan scientific dalam
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.
pembelajaran berpusat pada siswa
2.
pembelajaran membentuk students’
self concept
3.
pembelajaran terhindar dari verbalisme
4.
pembelajaran memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan
prinsip
5.
pembelajaran mendorong terjadinya
peningkatan kemampuan berpikir siswa
6.
pembelajaran meningkatkan motivasi
belajar siswa dan motivasi mengajar guru
7.
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melatih kemampuan dalam komunikasi
8.
adanya proses validasi terhadap
konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
2.2
LANGKAH-LANGKAH PENDEKATAN SCIENTIFIC
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013
untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah
(saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach)
dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan,
bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data
atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi
tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran
harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari
nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam
pembelajaran disajikan sebagai berikut:
a.
Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan
kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini
memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata,
peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati
sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A/2013, hendaklah guru
membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan
pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru
memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk
memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda
atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan,
ketelitian, dan mencari informasi.
b.
Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka
kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang
sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil
pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta,
konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi
di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih
memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana
peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua
dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa
ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu
semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari
informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai
yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami
dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan
yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat.
c.
Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi”
merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan
dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi
dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku
teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber
dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan
sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan
berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai
cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang
hayat.
d.
Mengasosiasikan/ Mengolah
Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah
informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang
sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen
maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang
bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi
dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi
tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap
jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai
kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas
fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa
pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum
2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada
kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
e.
Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran
dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah
data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan
menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara
bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat
kesimpulan.
f.
Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru
diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa
yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan
atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi,
mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan
dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta
didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam
kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
2.3
LATAR BELAKANG FILOSOFIS PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu
kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan
pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu
menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis.
Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain - University of Limburg di
Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of
New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah.
(diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga
telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al,
2001. ; Amador et al, 2006))
Landasan Teoretik Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.
Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.
Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih
ada juga ditemukan pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek
belajar, bukan sebagai individu yang harus dikembangkan potensi yang
dimilikinya. Hal ini dapat mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan
tersebut peserta didik hanya mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga
mudah sekali peserta didik merasa bosan dengan materi yang diberikan.
Akibatnya, peserta didik tidak paham dengan apa yang baru saja disampaikan oleh
guru.
Jadi dalam konsep dasar
yang melatar belakangi model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran
yang menekankan pada proses penyelesaian masalah. Dalam implementasi model
pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki
permasalahan yang dapat dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah ini
dapat diterapkan dalam kelas jika :
a) Guru
bertujuan agar peserta didik tidak hanya mengetahui dan hafal materi pelajaran
saja, tetapi juga mengerti dan memahaminya.
b) Guru
mengiginkan agar peserta didik memecahkan masalah dan membuat kemampuan
intelektual siswa bertambah.
c) Guru
menginginkan agar peserta didik dapat bertanggung jawab dalam belajarnya.
d) Guru
menginginkan agar peserta didik dapat menghubungkan antara teori yang
dipelajari di dalam kelas dan kenyataan yang dihadapinya di luar kelas.
e) Guru
bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis situasi,
menerapkan pengetahuan, mengenal antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan
kemampuan dalam membuat tugas secara objektif.
Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan
model pembelajaran yang lainnya, dalam model pembelajaran ini, peranan guru
adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi
investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah
menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah
guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan
kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Proses
pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara
sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika guru dapat
menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas itu sendiri
merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi berbagai
masalah.
Jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar, model
pembelajaran ini berdasarkan pada psikologi kognitif yang berakar dari asumsi
bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
Melalui model pembelajaran ini peserta didik dapat berkembang secara utuh,
artinya bukan hanya perkembangan kognitif, tetapi peserta didik juga akan
berkembang dalam bidang affektif dan psikomotorik secara otomatis melalui
masalah yang dihadapi. Model pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi
kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokus pembelajaran pada model ini
menekankan pada apa yang peserta didik pikirkan selama mereka terlibat dalam
proses pembelajaran, bukan pada apa yang mereka kerjakan dalam proses
pembelajaran.
2.4
KONSEP DASAR DAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
A. Konsep
Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu setrategi
pembelajaran yang dapat membawa siswa pada pembentukan kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Dengan pendekatan ini memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan
penelitian dengan berbasis masalah nyata dan autentik.
Teori Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, maka
pembelajaran berbasis masalah didasarkan oleh landasan yang kuat oleh berbagai
ahli.
1. John Dewey.
Pandangan Dewey tentang pendidikan melihat sekolah sebagai
pencerminan masyarakat yang lebih besar dan kelas menjadi labolatorium untuk
penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan nyata.
2. Piaget, dan Vygotsky
Pembelajaran
berbasis masalah meminjam pendapat Piaget bahwa apabila pelajar dilibatkan
dalam proses mendapat informasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka
pembelajaran akan menjadi bermakna.
Sementara Vygostky yakin bahwa
intelektual berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan
membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi deskripansi yang timbul oleh
pengalaman-pengalaman ini. Menurut Vygotsky siswa memiliki dua tingkat
perkembangan berbeda yaitu:
a.
Tingkat perkembangan actual, yang menentukan fungsi intelektual individu saat
ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
b.
Tingkat perkembangan potensial yaitu
yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang
lain, misalnya guru, orang tua atau bahkan teman sebaya yang lebih cerdsa, maju
dan berkembang.
3.
Bruner
Bruner berpendapat bahwa pada hakekatnya tujuan pembelajaran
bukan hanya memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi juga untuk menciptakan
berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan).
Bruner menganggap sangat penting peran dialog dan interaksi
social dalam proses pembelajaran.Berdasarkan dari konsep Bruner, maka seorang
guru yanga akan menggunakan pendekatan berbasis masalah harus menekankan pada beberapa
hal berikut ini dalam proses pembelajarannya:
a. Memberikan
tekanan yang kuat untuk membangun keterlibatan aktif semua siswa dalam setiap
langkah dan proses pembelajaran yang dilakukan .
b. Mendorong siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri tanpa dominasi oleh guru.
c. Guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk di dalami dalam berbagai kegiatan
penyelidikan hingga siswa sampai pada penemuan ide-ide dan mengkonstruksinya
menjadi bangunan teori, paling tidak sampai pada pemahamannya yang mendalam
tentang teori.
d. Orentasi yang digunakan adalah induktif bukan orentasi deduktif.
4.
Kunandar
Kunandar (2007:35) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir dan keterampilan penyelesaian masalah serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran. Sedangkan
Faizin dan Sulistio (2008) adalah
pembelajaran yang terpusat melalui msalah-masalah yang relevan.
5. Suyatno
Suyatno (2009 : 58 ) bahwa :
“Model pembelajaran berdasarkan masalah
dalah proses pembelajaran yang
titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan msalah kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari
masalh berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mareka miliki sebelumya
(prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”.
6. Arends
Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto 2007 : 68)
menytakan bahwa :”Model pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa
mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mareka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi , menembangkan
kemandirian dan percaya diri.
B. Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Masalah
Berbagai pengembang
menyatakan bahwa ciri utama model pembelajaran berdasarkan masalah
ini dalam Trianto (2007 : 68) adalah:
1.
Pengajuan pertanyaan atau masalah
Guru memunculkan pernyataan yang nyata dilingkungan siswa serta dapat
diselidiki oleh siswa kepada masalah
yang auntentik ini dapat berupa cerita , penyajian fenomena tertentu,
atau mendemotrasikan suatu kejadian yang mengundang munculnya permasalahan atau pernyataan.
2.
Berfous pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan malasah mungkit berpusat mata
pelajaran tertentu, masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya, siswa dapat meninjau dari
berbagai mata pelajaran yang lain.
3.
Penyelidikan autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaikan nyata terhadap masalah yang
disajikan. Metode penyelidikan ini tergantung pda masalah yang sedang dipelajari.
4.
Menghasilkan produk atau karya
Pembeljaran berdasarkan masalah
menuntut siswa untuk menghasikan produk tertentu dalam bentuk karya dan
peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian malah yang mareka temukan. Produk itu dapat juga
berupa laporan, model fisik, video maupun program computer.
5.
Kolaborasi
Pembeljaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang berkerja sama
satu dengan yang lainnya, paling sering secra berpasangan atau dalam
kelompok kecil. Bekerjasama untuk
terlibat dan saling bertukar pendapat dalma melakukan penyelidikan sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan.
2.5
HAKIKAT MASALAH
DALAM
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Masalah dalam PBM adalah masalah yang bersifat
terbuka.Tujuan PBM adalah kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analitis,
sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui
eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam PBM adalah kesenjangan antara situasi
nyata dan kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari
adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, maka
materi pelajaran tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku
saja, Tetapi dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Di
bawah ini kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBM.
1. Bahan pelajaran harus
mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita;
rekaman video dan yang lainnya.
2. Bahannya bersifat familiar
dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih
merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal).
4. Bahan yang dipilih
merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh
siswa sesuai kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai
dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
2.6
SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Sintaks
merupakan langkah-langkah operasional pembelajaran, Di bawah ini akan
dijelaskan langkah-langkah (sintaks). Ada model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama
yang dimulai dengan memperkenalkan siswa terhadap masalah yang diakhiri dengan
tahap penyajian dan analisis hasil kerja
siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan dalam bentul table (Nurhadi,2004:111)
Table Sintaks Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Fase Ke-
|
Indikator
|
Aktifitas /
Kegiatan Guru
|
1
|
Orientasi
siswa kepada masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistikyang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
|
2
|
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
|
Guru membantu
siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
|
3
|
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
|
Guru mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapat penjelasan pemecahan masalah.
|
4
|
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video, model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan kelompoknya.
|
5
|
Menganalisa
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu
siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam
proses-proses yang mereka gunakan.
|
2.7
KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
A.
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya
adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan pemikiran kritis dan
keterampilan kreatif
b. Meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah
c. Meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar
d. Membantu siswa belajar untuk
mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
e. Dapat mendorong siswa/mahasiswa
mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri
f. Mendorong kreativitas siswa dalam
pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan
g. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran
bermakna.
h. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa
mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
i.
PBM
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
B.
Kekurangan
Pembelajaran Berbasis Masalah
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
pemanfaatannya adalah sebagai berikut.
a. Kurang terbiasanya peserta didik dan
pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan
metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.
b. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses
PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang
memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu
pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
c. Siswa tidak dapat benar-benar tahu
apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang
mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
d. Seorang guru mengadopsi pendekatan
PBM mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah
berbasis konvensional. PBM bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena
membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada
awalnya bagi guru untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong
siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat dari pada menyerahkan mereka
solusi.
e.
Sering terjadi miss-konsepsi.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh
beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Kurikulum 2013 menekankan
pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan
ilmiah. Pendekatan ilmiah (saintifik aproach) dalam pembelajaran semua
mata pelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya,
percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau
informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan
mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat
mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus
tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari
nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.
2.
Pembelajaran
Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang keterlibatan siswanya
lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah
yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan
pengalaman baru.
3.2 Saran
Sebagai calon tenaga pendidik kita seharusnya mengerti
dan memahami cara dan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan peserta
didiknya dalam proses belajar dan mengajar, sehingga kita mengetahui dan
memahami pula strategi apa yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran, guna
untuk menciptakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif
dan menyenangkan untuk anak didik, karena berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran bukan hanya dinilai dari hasil evaluasi tetapi juga dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Akmar, S. N., Sew,
Lee. Integrating Problem-Based Learning (PBL) in Mathematics
Method Course. Spring.
Akhmad, Sudrajat. 2013. Pendekatan
Saintifik Ilmiah dalam Pembelajaran
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com. Diunduh pada 16
Maret 2014
Al Muchtar, Suwarma.(2000),
Startegi Pembelajaran IPS, UPI. Bandung.
Depdiknas. 2006. Model
Pembelajaran Tematik Kelas Awal sekolah Dasar. Jakarta.
Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan pengembangan.
Reigeluth,
C. M. 1983. Instructioanl-design theories and models: An overview of
their current status.
Volume I. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,
Publishers.
Senjaya,
Wina. (2007), Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Salvin,
Maggi.,Baden, Major, Claire Howell.(2002). Fundation Of Problem-Based
Learning, SRHE and Open
University Press Imprint, General Editor
Heather Eggis.
Slavin,
R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn
and Bacon.
Suryanti, dkk., 2008. Model-Model
pembelajaran Inovatif. Surabaya. Universitas
Negeri Surabaya.
http://ruangkreasikita.blogspot.com/2014/03/kurikulum-2013-konsep-dasar-pendekatan.html
diakses pada tanggal 10 Oktober
puku 18.00Http:// Model Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).htm diakses pada tanggal 10 Oktober puku 18.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar