Selasa, 30 Juni 2015

makalah model discovery learning



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
            Dunia pendidikan Indonesia baru-baru ini mengganti koridor acuan pelaksanaan pendidikannya atau menggati kurikulumnya dari kurikulum KTSP (Kurikulum 2006) ke kurikulum baru yang kita kenal dengan istilah Kurikulum 2013 (K-13). Sangat berdampak besar pada pelaksaan pendidikan pada masing-masing satuan pendidikan diidonesia mulai dari tingkat sekolah dasar hingga menengah atas bahkan sampai jenjang perguruan tinggi. Hasil dari perubahan kurikulum tersebut belum dapat langsung kita lihat hasilnya karena merupakan penggatian sesuatu yang krusial dan bersifat sistematis. Karenanya perlu waktu lebih untuk dapat menikmati hasil dari penerapan kurikulum tersebut. Jika dilihat dari visi dan strukturnya, Kurikulum 2013 (K-13) lebih menekankan pada pendidikan moral dalam hal ini pendidikan spiritual.
      
       Demi keefektivitasan penerapannya dilapangan, kurikulum 2013 menganjurkan beberapa model pembelajaran yang bisa diterapkan oleh guru-guru sebagai tenaga pendidik disekolah. Tepatnya terdapat empat anjuran model pembelajaran, yaitu model pendekatan scientific, model pembelajaran berbasis masalah (Based Problem Learning), model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) dan model pembelajaran berbasis proyek ( Based Project Learning ). Dari keempat model pembelajaran tersebut , model pendekatan scientific yang paling dianjurkan , hanya saja tidak di semua sekolah dan tingkat satuan pendidikan model ini cocok untuk diterapkan karena karakteristik peserta didik yang berbeda-beda serta pengaruh dari faktor luar lainnya seperti lingkungan dan budaya setempat. Sebagai alternative kita bisa menggunakan model pembelajaran yang lain yang sesuai, seperti model pembelajaran penemuan (Discovery Learning). Pengetahuan akan keempat model pembelajaran ini merupakan sesuatu yang mutlak bagi seorang tenaga pendidikan dalam hal ini guru yang merupakan pelaksana utama di tingkta satuan pendidikan. Terkhusus pada model pembelajaran penemuan dan model pembelajaran berbasis masalah , dua dari empat model pembelajaran yang dianjurkan ini masih kurang dieksplor , dikenal dan dipahami oleh guru pada umumnya karena kebanyakan menerapkan model pendekatan scientific. Padahal kedua model ini juga merupakan model pembelejaran yang berpotensi sangat efektif jika diterapkan secara utuh , terarah dan terstruktur.
      
B.    Rumusan Masalah
            Pembahasan dalam makalah ini membahas penyelesaian dari beberapa masalah , yaitu :
1.      Bagaimana latar belakang folisofis dari Model Pembelajaran Discovery Learning ?
2.      Apa konsep dasar Model Discovery Learning ?
3.      Bagaimana Sintaks atau langkah-langkah pelaksanaan Model Discovery Learning ?
4.      Apa sajakah keunggulan dan kelemahan dari Model Pembelajaran Discovery Learning ?
5.      Apa konsep dasar Model Pembalajaran Berbasis Proyek ?
6.      Bagaimana Sintaks atau langkah-langkah pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek ?
7.      Apa sajakah keunggulan dan kelemahan dari Model Pembelajaran Berbasis Proyek ?

C.  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.      Mengetahui latar belakang filosofis Model Discovery Learning
2.      Memahami konsep dasar Model Discovery Learning
3.      Mengetahui dan memahami Sintaks Model Discovery Learning
4.      Mengetahui keunggulan dan kelemahan Model Discovery Learning
5.      Memahami konsep dasar Model Pembelajaran Berbasis Proyek
6.      Mengetahui dan memahami Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning
7.      Mengetahui keunggulan dan kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

D.   Manfaat Penulisan
       Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini , yaitu :
1.      Sebagai tambahan referensi yang membahas dua dari empat model pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum 2013
2.      Sebagai bahan bacaan yang membantu pendidik untuk menerapkan model pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum 2013


















BAB II
PEMBAHASAN

A.   Latar Belakang Filosofis Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Pendidikan merupakan komponen utama dalam membentuk generasi muda yang berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tim penyusun (2013) menuliskan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi lulusan yang mencakup ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Lebih lanjut lagi Tim Penyusun (2013) menjelaskan bahwa ketiga ranah ketiga ranah tersebut diperoleh melalui aktivitas psikologi yang berbeda-beda. Ranah sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan; ranah pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengeva-luasi dan mencipta; serta ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.
Aktivitas-aktivitas tersebut tidak dapat terjadi tanpa adanya peran guru yang kreatif yang dalam proses pembelajarannya menyediakan model pembelajaran yang sesuai.
Salah satu model pembelajaran yang direkomdasikan dalam kurikulum 2013 adalah model Discovery Learning. Menurut Joolingen dalam Fathur dkk (2012) discovery learning adalah suatu tipe pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri dengan mengadakan suatu percobaan dan menemukan sebuah prinsip dari hasil percobaan tersebut.

B.  Konsep Dasar Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri.

Pembelajaran penemuan  (Discovery Learning) adalah suatu proses dimana para siswa berinteraksi dengan lingkungannya dan memperoleh informasi bagi diri mereka sendiri, dengan menelusuri dan memanipulasi objek atau dengan melakukan percobaan laboratorium yang sistematis. Siswa terkadang mengingat dan mentransfer informasi secara lebih efektif ketika mereka mengkonstruksinya sendiri ketimbang hanya membacanya atau mendengarnya (de Jong dan van Joolingen, 1998; M.A. McDaniel dan Schlager, 1990; D.S. McNamara dan Healy, 1995). Kita dapat dengan mudah menjelaskan temuan ini dengan menggunakan prinsip-prinsip psikologi kognitif. Ketika para siswa menemukan sesuatu sendiri, mereka dapat memberikan lebih banyak pikiran ke informasi atau keterampilan itu dibandingkan jika sebaliknya.
          Ada beberapa kesimpulan umum tentang pembelajaran penemuan yang dapat diperoleh dari temuan-temuan penelitian ini :
a)      Ketika kita mempertimbangkan prestasi akademik secara keseluruhan, pembelajaran penemuan tidak lebih baik atau lebih buruk dibandingkan pendekatan yang lebih ekspositoris.

b)      Ketika kita mempertimbangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, pembelajaran pemnemuan terkadang lebih disukai untuk mengembangkan transfer, pemecahan masalah, kreatifitas dan pembelajarang yang diatur sendiri (self-reguled learning).

c)      Ketika kita mempertimbangkan manfaat motivasi dan afektif, pembelajaran penemuan seringkali meningkatkan sikap yang lebih positif terhadap guru dan tugas-tugas sekolah ketimbang pengajaan tradisional.
Kita juga harus mempertimbangkan tiga masalah potensial dalam pembelajaran penemuan (Karpov, 2003; Schauble, 1990; B.Y White dan Frederiksen , 2005). Pertama, siswa tidak selalu memiliki keterampilan metakognitif yang memadai atau secara efektif mengarahkan eksplorasi mereka dan memantau penemuan mereka. Kedua, siswa terkadang mengonstruksi pemahaman yang keliru dari aktivitas-aktivitas penemuan, misalnya mereka salah menafsirkan atau mendistorsi bukti yang mereka kumpulkan dalam suatu percobaan, dengan mencari dukungan terhadap miskonsepsi yang ada. Terakhir, aktivitas pembelajaran penemuan seringkali membutuhkan waktu lebih banyak dibandingkan pengajaran ekspositoris, dan para guru merasa bimbang antara memberikan pengalaman penemuan dan menyampaikan semua topik yang diwajibkan dalam kurikilum.

Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Discovery Learning dapat:
a)      Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b)      Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c)      Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d)     Model pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e)      Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f)       Model pembelajaran discovery learning ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g)      Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h)      Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i)        Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j)        Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;
k)      Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l)        Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m)    Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
n)      Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;
o)      Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
p)      Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
q)      Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.




Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

Model pembelajaran discovery learning lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Panduan meningkatkan pembelajaran penemuan atau mengimplementasikan aktivitas pembelajaran penemuan secara efektif.
·           Pastikan siswa memiliki pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menafsirkan temuan mereka secara tepat.
Siswa akan mendapatkan manfaat dari aktifitas pembelajaran penemuan ketika mereka memiliki pengetahuan awal yang dibutuhkan untuk menafsirkan pengamatan mereka secara tepat (de Jong dan van Joolingen, 1998; N. Frederiksen, 1984; Moreho, 2006). Misalnya, meminta siswa melakukan eksperimen untuk menentukan pengaruh gravitasi terhadap kecepatan suatu benda yang jatuh biasanya akan lebih bermanfaat jika siswa telah mengenal konsep gravitasi dan kecepatan.

·           Sediakan struktur tertentu untuk memandu aktivitas penemuan siswa.
Anak kecil sering belajar dari eksplorasi acak terhadap lingkungan mereka-misalnya dengan bereksperimen dan menemukan sifat-sifat pasir kering, pasir basah, dan air (Hutt, Tyler, Hutt & Christopherson, 1989). Meski demikian, umumnya siswa mendapat manfaat lebih dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan dan dirancah (schffold) dengan hati-hati yang membantu mereka mengontruksi tafsiran-tafsiran yang tepat (Hickey, 1997; Mayer, 2004; B.Y White & Frederiksen, 1990)

C.   Sintaks Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning         
1. Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:
·  Menentukan tujuan pembelajaran
·  Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya)
·  Memilih materi pelajaran.
·  Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
·  Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
·  Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
·  Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

2. Pelaksanaan
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b.  Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

c.  Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d.  Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
e.  Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f.  Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
D.  Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

a.      Kelebihan Model Discovery Learning
Ini dijelaskan pula oleh Sudirman dkk, dalam buku ilmu pendidikan, sebagai berikut.
Pengajaran berubah dari teacher centered menjadi student centered Prof. Bruner, mengemukakan pendapat beberapa keunggulan model penemuan ini, yaitu :
1.      siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
2.      membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
                        proses belajar yang baru;
3.      mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
4.      mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
5.      memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; dan
6.      situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
7.      proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
       pembentukan manusia seutuhnya
8.      meningkatkan tingkat penghargaan siswa
9.      kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
      sumber  belajar.
10. dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu
11. menghindarkan cara belajar tradisional (Sudirman dkk, 1990:1969-
                      1711)







b.      Kekurangan Model  Discovery Learning
Ada beberapa kelemahan Model discovery Learning, yaitu sebagai berikut.
1.      Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. Di pihak lain justru menyebabkan akan timbulnya kegiatan diskusi.
2.      Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3.      Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
4.      Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5.      Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
6.      Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan bagi berfikir yang akan ditemukan oleh siswa telah dipilih lebih dahulu oleh guru, dab proses penemuannya adalah dengan bimbingan guru (Hamalik, 1986: 122).

E. Konsep Dasar Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Apakah model pembelajaran berbasis proyek itu? Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

Saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih lebih terfokus pada hasil belajar berupa pengetahuan (knowledge) semata. Itupun sangat dangkal, hanya sampai pada tingkatan ingatan (C1) dan pemahaman (C2) dan belum banyak menyentuh aspek aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).  Ini berarti pada umumnya, pembelajaran di sekolah belum mengajak siswa untuk menerapkan, mengolah setiap unsur-unsur konsep yang dipelajariuntuk membuat (sintesis) generaliasi, dan belum mengajak siswa mengevaluasi (berpikir kritis) terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya. Sementara itu, aspek keterampilan (psikomotor) dan sikap (attitude) juga banyak terabaikan.
Dalam rasional perubahan kurikulum sebelumnya (KTSP/Kurikulum 2006) ke Kurikulum 2013 disebutkan bahwa perkembangan pengetahuan dan pedagogi dalam hal ini neurologi, psikologi, observation based (discovery) learning dan collaborative learning adalah salah satu alasan pentingnya perubahan kurikulum. Hal ini tentu berimplikasi pada model-model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan mengajar di sekolah. Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan adalah model pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena mengingat karakteristik-karakteristik unggul dari model pembelajaran ini yang mampu mengakomodasi alasan tersebut di atas.

Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok) kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan analitis.
Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru sehingga secara otomatis guru berarti juga menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach) dalam pembelajarannya. Pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan berdasarkan cara kerja ilmiah. Melalui pendekatan saintifik ini siswa akan diajak meniti jembatan emas sehingga ia tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan (knowledge) semata tetapi juga akan mendapatkan keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam kehidupannya kelak. Saat belajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa dapat berlatih menalar secara induktif (inductive reasoning). Sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendekatan saintifik, project based learning (model pembelajaran berbasis proyek) sangat sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 Lampiran IV mengenai proses pembelajaran yang harus memuat 5M, yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.
Dalam model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa melakukan pembelajaran aktif. Mereka benar-benar akan dibuat aktif baik secara hands on (melalui kegiatan-kegiatan fisik), maupun secara minds on (melalui kegiatan-kegiatan berpikir/secara mental). Karena itulah, ruh dari pelaksanaaan model pembelajaran berbasis proyek ini sesuai sekali dengan amanat Kurikulum 2013. Siswa, melalui pembelajaran aktif akan melakukan aktifitas 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan)


F. SINTAKS atau Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Di dalam pelaksanaannya, model pembelajaran berbasis proyek memiliki langkah-langkah (sintaks) yang menjadi ciri khasnya dan membedakannya dari model pembelajaran lain seperti model pembelajaran penemuan (discovery learning model) dan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning model). Adapun langkah-langkah itu adalah;
(1)   Menentukan Pertanyaan Dasar
Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan menemukan apa sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar untuk memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja topik yang dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata.
(2)   Membuat Desain Proyek
Selanjutnya dengan dibantu guru, kelompok-kelompok siswa akan merancang aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing. Semakin besar keterlibatan dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan dalam proyek itu, akan semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek tersebut
(3)   Menyusun Penjadwalan
Selanjutnya, guru dan siswa menentukan batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas (aktivitas) proyek mereka.
(4)   Memonitor Kemajuan Proyek
Dalam berjalannya waktu, siswa melaksanakan seluruh aktivitas mulai dari persiapan pelaksanaan proyek mereka hingga melaporkannya sementara guru memonitor dan memantau perkembangan proyek kelompok-kelompok siswa dan memberikan pembimbingan yang dibutuhkan.


(5)   Penilaian Hasil
Pada tahap berikutnya, setelah siswa melaporkan hasil proyek yang mereka lakukan, guru menilai pencapaian yang siswa peroleh baik dari segi pengetahuan (knowledge terkait konsep yang relevan dengan topik), hingga keterampilan dan sikap yang mengiringinya.
(6)   Evaluasi Pengalaman
Terkahir, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi semua kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek yang telah mereka lakukan agar di lain kesempatan pembelajaran dan aktivitas penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi.

G. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis Proyekdapat dijelaskan sebagai berikut.
1.       Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek:
a.       Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong
       kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka
       perlu untuk  dihargai.
b.      Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c.       Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan    
       problem-problem yang kompleks.      
d.      Meningkatkan kolaborasi.
e.     Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
      keterampilan komunikasi.
f.        Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
g.       Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan
       praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu
       dan  sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan
        tugas.
h.      Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik
       secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
i.         Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
       menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian
       diimplementasikan dengan  dunia nyata.
j.        Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta
       didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

2.       Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek:
a.       Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b.      Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c.       Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di
       mana  instruktur memegang peran utama di kelas.
d.      Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e.      Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan  informasi akan mengalami kesulitan.
f.        Ada kemungkinanpeserta didikyang kurang aktif dalam kerja
        kelompok.
g.       Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok
       berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik
       secara keseluruhan

Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang pendidik harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah, membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimalis dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa nyaman dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran Berbasis Proyek ini juga menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi. Menurut studi penelitian, Pembelajaran Berbasis Proyek membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka, sering menyebabkan absensi berkurang dan lebih sedikit masalah disiplin di kelas. Siswa juga menjadi lebih percaya diri berbicara dengan kelompok orang, termasuk orang dewasa. Pelajaran berbasis proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-anak bersemangat dan antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran lainnya. Antusias peserta didik cenderung untuk mempertahankan apa yang mereka pelajari, bukan melupakannya secepat mereka telah lulus tes.



















BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
            Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sintaks Model Discovery Learning terdiri dari tahap langkah persiapan dan pelaksanaan keunggulan model discovery learning, yaitu mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri ,   mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri , memberikan keputusan yang bersifat intrinsic sedangkan kelemahannya, yaitu metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar , metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak
Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Adapun Sintaks dari project based learning ,yaitu Menentukan Pertanyaan Dasar , Membuat Desain Proyek , Menyusun Penjadwalan , Memonitor Kemajuan Proyek, Penilaian Hasil, Evaluasi Pengalaman.
B.     Saran
Untuk memahami materi mengenai model pembelajaran akan lebih efektif jika selain mempelajari teorinya , kita juga bisa melihat langsung pelaksanaannya dengan cara turun langsung ke sekolah-sekolah untuk melihat bagaimana model-model itu diterapkan. Selain itu , memiliki banyak jumlah referensi juga akan sangat membatu pada proses pemahaman model-model pembelajran ini.