Sabtu, 27 Juni 2015

makalah atom hidrogen dalam mekanika kuantum



BAB 7
ATOM HIDROGEN DALAM MEKANIKA KUANTUM

Standar Kompetensi :
1.      Memahami persamaan Schodinger dalam koordinat bola
2.      Mengenal bilangan kuantum dan degenerasi
3.      Memahami model vektor
4.      Memahami bentuk gelombang atom hydrogen
5.      Memahami pin intrinsik
6.      Memahami tingkat-tingkat energi atom hidrogen
7.      Memahami efek Zeeman
8.      Memahami struktur halus

Tujuan Pembelajaran :
1.      Agar mahasiswa dapat memahami persamaan Schodinger dalam koordinat bola.
2.      Agar mahasiswa dapat memahami bilangan kuantum dan degenerasi.
3.      Agar mahasiswa dapat memahami model vector.
4.      Agar mahasiswa dapat memahami bentuk gelombang atom hidrogen.
5.      Agar mahasiswa dapat memahami spin intrinsic.
6.      Agar mahasiswa dapat memahami tingkat-tingkat energi atom hydrogen.
7.      Agar mahasiswa dapat memahami efek Zeeman.
8.      Agar mahasiswa dapat memahami struktur halus.





7.1  Persamaan Schodinger dalam koordinat Bola
Persamaan Schodinger  dalam tiga dimensi berbentuk sebagai berikut :

                                        (7.1)

 dalam fungsi x, y dan z. cara lazim untuk memecahkan persamaan diferensial parsial seperti ini adalah dengan memisahkan variabel. Potensial bagi gaya antara inti atom adan elektron adalah ; karena , maka             
                                                               (7.2)
Potensial dalam bentuk ini tidak memberikan persamaan terpisahkan, tapi jika kita bekerja dalam system koordinat bola  yang lebih memadai ketimbang system  )sekurang-kurangnya bagi perhitunganini), mka kita dapat memisahkan variabel-variabelnya, dan menentukan himpunan pemecahannya, variabel-variabel system koordinat ada digambarkan pada Gambar 7.1. Bayaran bagi penyederhanaan pemecahan ini adalah bertambah rumitnya bentuk persamaan differensial parsialnya yang bentuknuaya menjadi :
                        (7.3)
                                                                   

Gambar 7.1. Sistem koordinat bola bahi atom hydrogen. Proton berada pada titik asal dan elelktron pada jari,jari , dalam arah yang ditentukan oleh suatu sudut polar  dan sudut azimuth .






Dimana  selanjutnya, kita hanya akan meninjau pemecahan yang terpisahkan dan dapat difaktorkan sebagai
                                                               (7.4)
dengan    masing-masing adalah dari satu variabel. Cara ini member kita tiga buah persamaan differensial masing-masing dalam satu variabel ).
7.2   Bilangan Kuantum dan Degenerasi
Analisis pemecahan persamaan Schrodinger dalam koordinat bola agak sulit, karena itu kita hanya akan langsung menyajikan dan kemudian membahas pemecahan-pemecahannya.
Merujuk ke bahasan perkenalan kita dengan persamaan Schrodinger, persoalan tiga dimensi memerlukan tiga bilangan kuantum untuk mencirikan semua pemecahnnya. Oleh karena itu, semua fungsi gelombang atom hydrogen akan diberikan dengan tiga buah bilangan kuantum. Bilangan kuantum pertama,  berkaitan dengan pemecahan bagi fungsi radial, . Bilangan  ini sama dengan yang dipakai untuk menamai tingkat-tingkat energy model Bohr. Pemecahan bagi fungsi polar, , memberikan bilangan kuantum l, dan bagi fungsi , memberikan bilangan kuantum ketiga .
Bilangan kuantum n, yang dikenal sebagai bilangan kuantum utama, bernilai bulat 1,2,3,….Menentukan  bilangan n adalah setara dengan memilih suatu tingkat energy tertentu, seperti halnya dalam model Bohr. Selanjutnya bila kita memecahkan persamaan Schrodinger, akan kita temukan bahwa semua tingkat energy terkuantisasinya, sesuai dengan milik model Bohr,
                                                                                (7.5)
Perhatikan bahwa energi ini hanya bergantung pada bilnagn kuantum n, tidak pada l dan m. Nilai-lilai bilangan kuantum l dan ml  dibatasi oleh nilai n. bilangan kuantum momentum sudut l bernilai bulat dari 0 hingga n-1. Sebagai contoh, untuk n= 1, hanya nilai l=0 yang diperkenankan ; untuk n= 2, l= 0 dan l = 1 yang diperkenankan. Untuk tiap nilai l, bilangan kuantum magnetik ml memiliki nilai .
Marilah sekarang kita lihat bagaimana tiap tingkat energi diberi nama dengan ketiga bilangan dkuantum  ini. Keadaan dasar diperkenannkan, . Jadi, keadaan dasar memiliki bilangan kuantum  Keadaan eksitasi pertama memiliki , , sehingga nilai l yang diperkenankan adalah ,  atau , . Untuk , , hanyalah ,  yang diperkenankan. Untuk , , nilai ,  adalah . Dengan demikian himpunan bilangan kuantum yang mungkin bagi tingkat ini adalah . Semua keadaan ini memiliki , dank arena itu semuanya memiliki energy yang sama, karena hanya energy hanya bergantung pada n. dengan demikian, semua keadaan ini terdegenerasi,dan kita mengatakan bahwa tingkat  terdegenarasi rangkap-empat. Jika kita daftarkan semua gabungan bilangan kuantum yang mungkin bagi tingkat , akan kita dapati Sembilan kemungkinan gabungan. Karena itu, tingkat  terdegenerasi rangkap-sembilan. Pada umumnya, tingkat ke-n terdegenarsi rangkap- . Gambar 7.2 melukiskan penamaan masing-masing tingkat ini.
(3,1,1)
(3,2,0)
(3,2,1)
(3,2,2)
(3,1,-1)
(3,1,0)
(3,0,0)
1,5 eV
(3,2,-2)
(2,1,-1)
 
(2,1,0)
(2,1,0)
(2,1,1)
(2,0,0)
-3,4 eV

(1,0,0)
-13,6 eV


                     Gambar 7.2 Beberapa tingkat energi terendah hidrogen, yang dimana dengan bilangan kuantum . Keadaan eksitasi pertama terdegenarasi rangkap empat, dan yang kedua rangkap-sembilan.

Jika gabungan bilangan kuantum yang berbeda ini memiliki energi yang sama, lalu apa manfaatnya mendaftarkan mereka secara terpisah? Pertama, akan kita dapati pada akhir bab ini, bahwa semua subtingkat ini sama sekali tidak terdegenerasi, tetapi tetdapat sedikit perbedaan energi yang memisahkan mereka ( mungkin sekitar ). Kedua, dalam mempelajari transisi antara berbagai tingkat energy, kita dapati bahwa intensitas tiap transisi bergantung pada subtingkat tertentu asal transisi itu. Ketiga, dan mungkin yang paling penting,, tiap subtingkat memiliki fungsi gelombang yang dapat berbeda, dan karena itu menyatakan suatu keadaan gerak elektron yang sangat berbeda. Untuk memahami pertanyaan terakhir ini, kita harus, meninjau tafsiran geometri tipa bilangan kuantum. Untuk itu kita kembali sejenak menggunakan bahasa model Bohr.
l =3
Dalam model Bohr, nilai n, menentukan jari-jari orbit elektron semakin besar nila n, semakin besar jari-jarinya. Bilangan kuantum l menentukan (dalam konteks model Bohr) apakah orbitnya berbentuk lingkaran atau elips. Gambar 7.3 melukiskan semua orbit utama dari tingkat  untuk berbagai nilai l. Dengan tafsiran l ini, dapatlah kita lihat mengapa bilangan kuantum ini berkaitan dengan momentum sudut elektron. Semua orbit dengan nilai l terbesar
l = 1
 
l = 0
 l= 2
   Gambar 7.3 Orbit-orbit elektron untuk n = 4. Perhatikan bahwa  (1) nilai rata-rata r kurang lebih sama; (2) dalam orbit dengan nilai-nilai l yang lebih kecil, sebagian besar waktu elektron dihabiskan  dekat dan jauh dari inti atom.

memiliki momentum sudut terbesar terhadap inti atom, dan dengan demikian berbentuk lingkaran. Semua nilai l I yang lebih kecil memberikan orbit elips, dan nilai terkecil dari l  memberikan elips pipih yang melewati inti atom. Bilangan kuantum memberikan orientasi bidang orbit relatif terhadap sumbu x,y. gambar 7.4 melukiskan dua orientasi yag mungkin dari bidang
orbit elektron. Sekali lagi, tafsiran geometri ini hanya bermanfaat dalam gambaran skematis yang menggunakan model Bohr, dan hendaklah jangan dipandang sebagai keadaan sesungguhnya ; dan memang, bidang orbit yang
z
pasti menyalahi asas ketidakpastian.
Orbit 2
 


y
Orbit 1
Gambar 7.4. dua orientasi berbeda dari bidang orbit elektron. Orbit 1 terletak dalam bidang xy dan mewakili  ; orbit 2 terletak dalam bidang xz dan mewakili .
x
 




7.3 Model Vektor
Dalam bebeapa segi, model Bohr membantu kita untuk memahami sifat-sifat atom. Telah kita lihat dalam pasal terakhir bagaimana ketiga bilangan kuantum (n, l, ml) memberitahu kita mengenai “bentuk” orbit elektron. Tetapi, terdapat beberapa sifat atom, terutama perilakunya dalam medan magnet, yang dapat dipahami lebih mudah jika kita menggunakan sebuah model yang memandang momentum sudut berperilaku seperti vektor biasa (meskipun vektor ini memiliki beberapa sifat istimewa yang tidak dijumpai dalam vektor”klasik”).
Untuk tiap orbit elektron yang mungkin, momentum sudut tetap tidak berubah. (Hal yang sama juga berlaku bagi semua benda yang mengorbit dalam medan graviyasi ; sebuah komet bertambah besar kecepatannya kketika ia lewat dekat matahari, jadi penurunan jaraknya dari matahari r, diimbangi dengan kenaikan momentum linearnya p, sehingga hasil kali r x p bernilai tetap). Momentum sudut tersebut kita nyatakan dengan vektor I; dalam pengertian klasik, ini adalah sebuah vektor yang melalui inti atom dan tegak lurus bidang orbit elektron. Perhitungannya lebih teliti berdasarka pemecahan persamaan Schrodinger yang memberikan hubungan antara panjang vector I, yang kita tunjukkan dengan , dengan bilangan kuantum l, sebagai berikut:
                                                                                  (7.6)
Persamaan (7.6) memberikan hubungan antara panjang vektor momentum sudut dan bilangan kuantum l yang berkaitan. Untuk  
ħ =
Dan untuk l = 2,
ħ =
Perhatikan dua hal penting disini. Pertama, panjang vektor  selalu lebih besar daripada lħ, karena  selalu lebih besar daripada l. hal penting disini akan dibahas kemudian. Kedua, nilai-nilai ini, yang dapat kita tafsirkan sebagai “besar” momentum sudut elektron, sangatlah berbeda dari yang kita dapati dalam model Bohr. Sebagai ontoh, sebuah elektron dengan n = 3 pada model Bohr memiliki momentum sudut (lihat pasal 6.5). Dengan mekanika kuantum model vektor, sebuah elektron dengan n = 3 dapat memiliki l = 2 (dengan  h), atau l = 1 (dengan =  h), atau bahkan l = 0 (dengan = 0)
Seperti halnya dengan vektor klasik, vektor I dapat memiliki komponen sepanjang sebarang sumbu dalam ruang. Sekali lagi, semua fungsi gelombang yang diperoleh dari persamaan Schrodinger memberi kita seperangkat aturan untuk menghitung ketiga komponen dari I. (Umumnya kita memilih sumbu z, karena ia merupakan sebuah sumbu acuan dalam system koordinat bola). Nilai- nilai komponen z dari lz, yang kita tunjukkan dengan I, terbatasi menurut pernyataan
Dimana  adalah bilangan kuantum magnet, yang bernilai 0,
Komponen-komponen vektor I untuk l = 2 dilukiskan pada gambar 7.5. Tiap orientasi yang berbeda dari vektor I berkaitan dengan suatu nilai  yang berbeda. Sudut polar θ yanag dibuat vektor I terhadap sumbu z mudah dicari dengan merujuk ke gambar 7.5 karena , maka

(7.8)
atau
                



                                         

                                         

 

 

 
Gambar 7.5 Berbagai orientasi sebuah vektor momentum sudut    dengan l = 2 dalam ruang dan komponen-komponen z-nya. Terdapat lima kemungkinan orientasi yang berbeda
 



Perilaku ini menyatakan suatu aspek menarik fisika kuanum yang disebut kuantisasi ruang, yang hanya memperkenankan orientasi tertentu momentum sudut . jumlah orientasi ini sama dengan 2 + 1 jumlah nilai ml yang mungkin) dan perbedaan besar komponen z  yang berturutan selalu sebesar ħ. Sebagai contoh, andaikanlah kita dapat mengatur sekelompok atom hydrogen sedemikian rupa sehingga berapa dalam keadaan l = 1. Dengan memilih sumbu z dalam arah sebarang dan menggunkana teknik percobaan yang tepat, kita dapat mengukur komponen z dari 1. Dari pengukuran semacam itu, kita berharap menemukan  atau . Dengan memeilih lagi sumbu z dalam arah yang sama sekali berbeda dari yang semula, kita ulangi lagi pengukuran tadi dan maenemukan kambali bahwa  atau . Perilaku ini berbeda dari perilaku vektor klasik. Sebuah vector klasik yang panjangnya 1,0 akan memepunya komponen z sebesar 1,0, jika kita memilih sumbu z searah vector itu, atau -1,0, jika kita memilih arah sebaliknya, atau j0,5 jika kita memilih sumbu z membentuk sudut 600terhadapnya, atau 0,7 jika kita memilih sumbu z memenbentuk sudut 450 terhadapnya. Sebuah vector yang mekanika kuantuk mengatakan bahwa l=1 memeiliki komponen z yang disyaratkan hanya memiliki nilai  atau -1,0. Yang menarik disini adalah bahwa hasil ini tidak bergantung pada arah mana yang kita pilih bagi sumbu z.
(7.9)
Anda mungkin bertanya, mengapa kita memilih da menaruh perhatian khusus pada sumbu z. selain kemudahannyadala sistem koordinat bola, ada pula aalsan laninnya. Menurut fisika kuantum kita hanya dapat mengetahui secara pasti  satu dari ketiga komponen I (dan berdasarkan kesepakatan, kita memilih komponen z) kedua komonen I lainnya sama sekali tidak pasti. Ini dapat ditelusuri dari bentuk tambahan asas ketidakpastian berikut,
 adalah sudut azimuth yang didefinisikan dalam gambar 7.1. jika kita menegnal , secara pasti ( , maka kita sama sekali tidak tahu pasti tentang sudut  semua nilanya mempunyai kemungkina yang sama. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa kita sama sekali tidak tahu pasti tentang  dan ; apabila salah satu komponen I ditentukan, maka kedua komponen lainnya sama sekali tidak oasti. Gambar 7.6 memberikan suatu pernyataan gambar dari
lx
perilaku vector I
Gambar 7.6.  vector I berpresesi cepat sekali mengelilingi sumbu z, dengan  besarnya tetap, tetapi  dan  berubah.
lz

lz

ly
 





Ini vektornya kita bayangkan berputar atau berpresesi mengelilingi sumbu z, sedemikian cepatnya sehingga kita tidak pernah dapat melihat gerak putar ini, kecuali  yang besarnya tetap. Dalam tafsiran ini, kita dapat melihat bagaimana kita kehilangan pengetahuan mengenai komponen x dan y dari I. anda juga dapat melihat mengapa haruslah benar bahwa . Seandainya kita dapatkan , maka apabila  bernilai maksimum , akan kita peroleh . Karena panjang vektor, untuk nilai ini, sama dengan komponen z-nya, maka ia harus terletak sepanjang sumbu z, sehingga .  Tetapi, pengerahuan serempak aas keiga komponen I menyalahi asas benuk keidakpasian seperi yang dinyaakan dalam persamaan (7.9), oleh karena iu, keadaan ini toidak diperkenankan terjadi.

7.4  Fungsi Gelombang Atom Hidrogen
            Bilangan-bilangan kuantum (n, l, m1) yang menamai tiap keadaan atom hidrogen, seperti telah kita lihat, mempunyai dua tafsiran. Bilangan kuantum adalah tabel yang bukan hanya muncul dari prosedur matematik yang terlibat dalam pemecahan persamaan Schrodinger, tetapi juga mempunyai tafsiran geometris.
Komponen fungsi gelombang  dapat ditulis sebagai hasil kali tiga buah fungsi satu variabel:
Tabel 7.1 Beberapa Fungsi Gelombang Atom Hidrogen
N
L
ml
R(r)
𝜙(
1
0
0
2
0
0
2
1
0
2

Indeks  (n, l, m1) yang berbeda memberikan komponen fungsi  gelobang yang berbeda. Dalam tabel diatas didaftarkan beberapa fungsi gelombang  untuk beberapa nilai bilangan kuantum  n, l, m1.
        Probabilitas  unuk menemukan electron ditentukan oleh kuadrat fungsi gelombang. Lebih khusus  memberikan rapat probabilitas (probabilitas persatuan volume) untuk menemukan elekto pada kedudukan . Utuk mnentukan probabilitas menemukan electron, kita kalikan probabilitas persatuan volume tadi dengan elemen volume dV yang terletak pada . Dalam koordinat bola elemen volume ini adalah;
   
Gambar 7.7 Elemen volume dalam system koordinat bola.

                                                                          (7.11)
Karena itu probabilitasnya adalah
                      (7.12)
Dengan persamaan 7.12, kita dapat menghitung berbagi pola distribusi  ruang electron. Sebagai contoh kita dapat menghitung prbabilitas radial  untuk menemukan electron antara r dan r + dr , tidak peduli berapapun nilai  dan . Untuk melihat dengan cara lain kita bayangkan sebuah kulit bola tipis berjari-jari  r  dan ketebalan dr, dan menanyakan berapa probabilitas untuk menemukan electron dalam volume kulit bola ini. Karea kita tiak tertarik pada dan  maka kita integrasikan terhadap semua nilai yang mungkin dari kedua variabel ini:
   (7.13)
Integra  dan  bernilia satu, karena fungsi R, , dan  masing-masing normalisasikan. Jadi rapat probabilitas adalah
                                                                              (7.14)

Gambar 7.8 Rapat probabilitas P(r) bagi tiga keadaan terendah hydrogen
Contoh 7.3
Buktikan bahwa jarak paling mungkin dari electron pada keadaan n= 1, l=1 ketitik asal adalah
Pemecahan
Pada tingkatan n = 2, l = 1, rapat probabilitas adalah
Kita akan menghitung dimana fungsi ini mencapa maksimumnya; dengan cara yang lazim, kita hitung dulu turunan pertama P(r) dan kemudian menyamakannya dengan nol:
Satu-satunya pemecahan yang dihasilkan suatu maksimum adalah
Perhatikan bahwa ini adalah jari-jari orbit tingkat n = 2 menurut model Bhor. Sebagai hasil umum, untuk tiap n, jari-jari yang paling mungkin dari keadaan dengan  l = n – 1 (nilai maksimum bagi l) adalah , seperti yang diberikan oleh model Bhor. Nilai l yang lain untuk n yang sama memiliki nilai jari-jari yang berbeda untuk P(r) maksimum.
Contoh 7.4
Sebuah electron berada pada keadaan n = 1, l = 0. Berapakah probabilitas untuk menemukan electron dalam daerah antara inti dan jari-jari Bhor?
Pemecahan
Kita sekali lagi tertarik pada rapat probabilitas radial,
Probabilitas total untuk menemukan electron antara r = 0 dan r =  adalah
Dengan memislkan , kita menulskan bentuk ini kembali sebagai berikut
Ini berarti, 32 persen waktu electron dihabiskan dalam daerah antara inti dan jari-jari Bhor.








Gambar 7.9 Ketergantungan rapat probabilitas l = 1 pada sudut


Gambar 7.9 melukiska  ketergantungan rapat probabilitas pada sudut untuk  elektron berpelang besar ditemukan sepanjang sumbu z ; untuk , electron memiliki probabilitas terbesar untuk ditemukan dalam bidang xy.
Tentu saja, kita tidak mungkin mengamati secra langsung gerak electron didalam atom hydrogen. Yang dapat kita amati hanyalah “tumpahan” distribusi muatan electron, dengan distribusi ruang yang diberikan oleh probablitas . Distribusi probabilitas ini berakibatpenting bagi penggabungan atom-atom dalam molekul.
Gambar 7.10 Beberapa pernyataan  untuk himpunan bilangan kuantum yang berbeda. Intensitas tiap diagram pada sebarang titik sebanding dengan robabilitas menemukan sebuah electron dalam suatu elemen volume kecil pada titik itu.
CONTOH 7.1
Hitunglah panjang vektor momentum sudut yang menyatakan gerak sebuah elektron dalam suatu keadaan dengan l = 1 dan keadaan lain dengan l = 2.
Pemecahan
Persamaan (7.6) memberikan hubungan antara panjang vektor momentum sudut dan bilangan kuantum l  yang berkaitan. Untuk l = 1
 =  h =  h
Dan untuk l = 2,
 =  h =  
                      Perhatikan dua hal penting di sini. Pertama, panjang vector  selalulebih besar dari pada lh, karena  selalu lebih besar dari pada l. hal yang penting di sini akan dibahas kemudian. Kedua, nilai-nilai  ini, yang dapat ditafsirkan sebagai “besar” momentum sudut elektron, sngatlah berbeda dari yang kita dapati dalam model Bohr. Sebagai contoh, sebuah elektron dengan n = 3 pada model Bohr memiliki momentum sudut  = 3h (lihat pasal 6.5). Dengan mekanika kuantum model vektor, sebuah electron dengan n = 3 dapat memiliki l = 2 (dengan  =  h), atau l = 1 (dengan  =  h), atau bahkan  l = 0 (dengan  = 0).
           Seperti halnya dengan vektor klasik, vektor l dapat memiliki komponen sepanjang sebarang sumbu dalam ruang. Sekali lagi, semua fungsi gelombang yang diperoleh dari persamaan Schrodinger memberi kita seperangkat aturan untuk menghitung ketiga komponen dari l. (Umumnya kita memilih sumbu z, karena ia merupakan sebuah sumbu acuan dalam sistem koordinat bola). Nilai-nilai komponen z dari , yang kita tunjukan dengan l, terbatasi menurut pernyataan
= h                                                                                                                (7.7)
Di mana  adalah bilangan kuantum magnet, yang bernilai 0,  1, ± 2, . . ., ± l.
CONTOH 7.2
Tentukan semua komponen z yang mungkin dari vektor l, yang menyatakan momentum sudut gerak orbit dari suatu keadaan dengan l = 2.
Pemecahan
Nilai-nilai   yang mungkin untuk l = 2 adalah +2, +1, 0, -1, -2. Jadi, vektor l hanya dapat mempuyai lima komponen z, yaitu  = 2h, 1h, 0, -1h, atau -2h. panjang vektor l, seperti yang kita hitung di depan, adalah
             Komponen-komponen vector l untuk l = 2 dilukiskan pada Gambar 7.5. Tiap orientasi yang berbeda dari vektor l  berkitan dengan suatu nilai  yang berbeda. Sudut polar θ yang dibuat vektor l terhadap sumbu z mudah dicari dengan merujuk ke Gambar 7.5. karena   =  cos θ maka
Cos θ =  =
Atau
Cosθ=                                                                                            

CONTOH 7.3
Buktikan bahwa jarak paling mungkin dari electron pada keadaan n = 2, l = 1 ke titik
 Asal adalah 4 .
Pemecahan
Pada tingkat n = 2, l = 1, rapat probabilitas adalah
                           P(r) =
                                   =      
Kita ingin menghitung di mana fungsi ini mencapai maksimumnya; dengan cara yang lazim, kita hitung dulu turunn pertama p(r) dan kemudian menyamakannya dengan nol:
                             =    ( )
                                     =    = 0
   Satu-satunya pemecahan yang menghsilkan suatu maksimum adalah r = 4
           Perhatikan bahwa ini adalah jari-jari orbit tingkat n = 2 menurut model Bohr. Sebagai hasil umum, untuk tiap n, jari-jari yang paling mungkin dari keadaan dengan l = n – 1 (nilai maksimum bagi l) adalah , seperti yang diberikan oleh model Bohr. Nilai l yang lain untuk n yang sama memiliki nilai jari-jari yang berbeda untuk p(r) maksimum.
7.5  Spin Intrinsik
        Gambar 7.11 Tiap magnet memiliki kekuatan tarik atau tlak yang dicirikan oleh momen dipole magnet µnya. Ini adalah sebuah vector yang menunjuk dari kutub S (selatan) kekutub N (utara) magnet. Medan magnet luar B yang dukenakan, menimbulkan momen putar pada tiap momen magnet, yang cenderung memutar semua momen magnet searah dengannya. Karena terdapat gaya gesekan antara magnet dan meja , maka medan  B tidak akan berhasil mengarahkan semua magnet itu; tetapi semakin kita perbesar kuat medan magnetnya, semakin berhasil pula kita mengrahkan magnet-magnet itu.
Gambar 7.11. (a) himpunan magnet permanen keci bebas. Tanah panah menunjukkan arah momen magnet (b) medan magnet B yang dikenakan cenderung memutar momen magnet searah denan medan.

      Bersamaan dengan perbesaran  ini, magnet-magnet tadi tidak akan berangsur-angsur bergerak secara mulus menuju kedudukan searah medan B. ini adalah salah sau contoh prilaku sisitem magnet klasik.
      Marilah kia menganggap bahwa tiap atom berada dam keadaan n = 2 dan l=1. Dengan menggunakan model Bhor, tampak bahwa electron yang mengorbit menyerupai sebuah untai lingkaran dengan alran arus  dimana q adalah muatan electron (-e) dan T adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu putaran. (jika electron bergerak dengan laju  mengelilingi sebuah untai berjari-jari r, maka .
Gambar 7.12 (a) himpunan momen magnet atom bebas.
Karen momen magnet untai adalah hasil kali arus dengn luas untai, maka;
                                                    (7.15)
Karena  dengn menuliskan  dan l sebagai vector, dan mengambil –e bagi muatan elektron maka,
                                                                     (7.16)
      Tanda negaif, yang hadir karena elektron bermuatan negative, mnunjukan bahwa  vector I dan µ menunjukan dalam arah yang berlawanan. Sebelum kita kenakan mdan magnet luar, semua momen magnet ini mengarah secara acak. Tetapi hanyalah tiga kemungkinan orientas I, dan karena itu pula µ yang diperkenankan; karena l = 1, kita dapat mempunyai ml = -1, 0, atau +1. Bandingkan orientasi acak dari Gambar 7.12 yang diperlihatkan pada himpunan momen magnet klasik dalam Gambar 7.11 Dalam keadaan acak, terdapat jumlah atomyang sama dengan tiap nilai ml. begitu kita perbesar kekuatan medannya, semua momen magnet ini sekali lagi mencoba mengarahkan dirinya searah medan, tetapi mereka tidak dapat bergerak secara mulus seperti yang dialami momen magnet klasik-yang dapat dilakukan atom adalah meloncat dari satu nilai ml kenilai lainnya.
      Sebelum kita meninjau lebih lanjut periaku µ, kita bahas terlbih dulu perilaku serupa dari sebuah dipole elektrik, yang terdiri dari dua elektrik p besarnya qr dan menunjuk dari muatan negative ke positif. Seperti dlihat pada gambar 7.13, dalam suatu medan elektrik seragam, dipole mengalami suatu momen-putar yang memutarnya searah dengan E. andaikan sekarang medannya tidak seragam-maka gaya yang ditimbukan medan pada muatan positif tidak sama dengan yang pada muatan negative, seperti tampak pada
Gambar 7.13 Sebuah moen dipole elektrik dalam medan elektrik seragam E. gaya F+ pada muatan positif dan gaya F- pada muatan negative menghasikan neto momen-putar  pada dipol.

Gambar 7.14 Sebuah moen dipole elektrik dalam medan elektrik seragam. Besar kuat medannya menurun dari bawah keatas gambar, sehingga gaya F- lebih besar dari pada gaya F+. karena itu, terdapat neto gaya beraarah kebawah pada dipol.

Tetapi, ada neto momen-putar yang cenderung memutar dipole, dan ada pula neto gaya yang cenderunggu menggerakkan dipole. Tinjau kedua dipole yang diperlihatkan gambar 7.15. andaikan medan elektrik yang dekat dengan bagian bawah gambar besarnya lebih dari pada yang dekat bagian atas gambar, dan dianggap pula bahwa arah medannya keatas. Maka dipole A, dengan momen dipolnya p mengarah keatas, mengalami gaya neto ke bawah, Fneto, karena gaya ke bawah F- pada muatan negative lebih besar dari pada gaya keatas F+ pada muatan positif. Dipihak lain, dipole B, dengan momen diopolnya p mengarah ke bawah, mengalami gaya neto ke atas, karena F+ lebih besar dari pada F-. hasil ini dapat kita rumuskan dengan cara lain yang lebih memdahkan untuk dapat diterapkan pada bahasan kita mengenai momen dipole magnet sebagai berikut. Misalkan arah medan mendefinisikan sumbu z. maka semua dipole dengan pz > 0 (seperti dipole A) mengalami neto gaya positif sehingga bergerak dalam arah z negative, sedangkan semua dipole dengan pz < 0 (seperti dipole B) mengalami neto gaya positif dan bergerak dalam arah z positif.

Gambar 7.15 Dua diol dengan arah momen berlawanan dalam medan yang tidak seragam. Tiap dipole akan bergerak dalam arah berlawanan di bawah pengaruh neto gaya.


    Sebuah momen dipole magnet µ juga memperlihatkan perilaku yang sama. (dan memang, jika kita membayangkan kehadiran kutub khayal N dan S, maka periaku sebuah momen magnet dapat diberikan dengan berbagai penggambaran seperti Gambar 7.13, 7.14, dan 7.15). Medan magnet tidak seragam tidak hanya memutar momen magnet, tetapi juga memberikan suatu gaya takseimbang yang menyebabkan terjadi perpindahan. Gambar 7.16 melukiskan perilaku momen magnet dengan arah berbeda dalam medan magnet tidak seragam. Kedua arah kedudukan yang berbeda ini memberikan neto gaya dalam arah berlawanan.

Gambar. 7.16 Dua dipol magnet dalam medan magnet yang tidak seragam. Dipol-dipol yang berarah berlawanan mengalami neto gaya dalam arah yang berlawanan.




Gambar 7.17. Seberkas atom hydrogen mula-mula dpersiapkan berada pada tingkat n = 2, l =1. Berkasnya terdiri atas jumlah bagian atom yang sama, masing-masing dalam keadaan ml = -1, 0, dan +1. (kita akan menanggap bahwa percobaan ini dilakukan sedemikian cepatnya sehingga keadaan n = 2 tidak meluruh keadaan n = 1).
Gambar 7.17 Skema percobaan Stern-Gerlach. Seberkas atom dilewatkan kedalam suatu daerah yang didalamnya terdapat suatu medan magnet yang tidak seragam. Atom-atom dengan arah momen dipole magnet berlawanan menderita gaya dalam dua arah berlawanan.

Berkasnya kemudian dilewatkan pada suatu daerah yang didalamnya terdapat suatu medan magnet tak seragam. Karena atom-atom dengan  ml = +1 mengalami neto gaya ke atas, maka mereka dibelokkan ke atas, sedangkan atom-atm dengan ml = -1 dibelokkan ke bawah. Atom-atom dengan ml = 0 tidak dibelokkan. Setelah melewati medan magnet, berkas atom di jatuhkan pada suatu layar; disitu berkas membentuk suatu titik terang. Apa bila medan magnetnya dihilangkan, maka kita berharap hanya dapat melihat satu titik di pusat layar, karena berkas sama sekali tidak mengalami pembelokan. Apa bila medan magetnya dihidupka, kita akan meihat tiga buah titk pada layar-satu dipusat (berkaitan dengan ml = 0), satu dipusat (ml = +1) dan satu di bawah pusat (ml = -1). Apa bila atomnya berada pada keadaan dasar (l = 0), maka kita perkirakan akan melihat satu titikk saja pada layar, tidak bergantung apakah medannya dihidpkan atau tidak. Jika berkasnya kita persiapkan dalam keadaan dengan l – 2, maka kita akan melihat lima buah titik pada layar. Jumlah titik pada layar adalah nilai ml yang bebeda, dan anda dapat meyakinkan diri bahwa jumlah ini sama dengan 2i +1 memiliki nilai 1,3,5,7,……; yakni, kita akan selalu melihat jumlah titik yang ganji pada layar. Tetapi, jika percobaanya kita lakukan dengan hydrogen pada keadaa l = 1, ternyata kita tidak hanya mendapat tiga, melainkan empat buah titik pada layar! Yang lebi memvbingungkan lagi adalah, apabila percobaanya kita lakukan dengan hydrogen pada keadaan l = 0, kita dapat dua titik pada layar, yang satu menyatakan pembelokan ke atas dan yang lainnya membelok ke bawah! Pada keadaan l  = 0, panjang vector l adalah nol, sehingga dengan demikian kita memperkirakan bahwa tidak ada momen magnet, berlawwanan dengan persamaan (7.16).
Percobaan ini dilakukan oleh O.Stern dan W. Gerlach pada tahun 1921. Berkas atom yang mereka gunakan adalah dari atom tembaga. Meskipun struktur electron atom tembaga lebih rumit dari pada hydrogen, asas dasar yang sama tetap berlaku-tembaga memiliki l = 0,1,2,3,………, sehingga kita perkirakan pula untuk melihat jumlah titik yang ganjil pada layar, ternyata merka melihat berkasnya pecah menjadi dua komponen, yang menghasilkan dua titik pada layar.
      Pemunculan titik pada layar, dan bukan sebaran bola pita, merupakan bukti pertama mengenai kuantisasi ruang; momen magnet klasik menunjuk pada semua arah, karena itu akan membentuk pola tersebar pada layar. Pengamatan pemunculan sejumlah titk diskret pada layar berarti bahwa semua momen magnet atm hanya dapat menunjuk dalam arah tertentu saja dalam ruang. Ini berkaitan dengan arah-arah diskret momen magnet.
      Berkaitan dengan gerak bumi, terdapat dua momentum sudut-momentum sudut orbital gerak  bumi mengitari matahari dan momentum sudut intrinsic gerak rotasi bumi mengelilingi sumbunya. Begitu pula, electron memiliki momentum sudut orbital I yang mencirikan gerak electron mengelilingi inti atom, dan monmentum sudut intrinsic s, yang berperilaku seolah-olah electron berputar (spinning) pada sumbunya.
      Untuk dapat menerangkan hasil percobaan Stern-Gerlach, kita harus menetapkan suatu spin intrinsic s bernlai ½ bagi electron. Spin intrinsic ini berperilaku sama seperti momentum sudut orbit; ada bilangan kuantum s, vector momentumsudut s (dengan panjang ), momen magnet yang berkatan , komponen z-nya , dan suatu bilangan kuantum magnet spin  bernilai + ½ atau – ½. Sifat-sifat fektor s dilukskan pada gambar 7.18
Gambar 7.18 Momentum sudut spin sebuah electron dan arah ruang dari vector momentum sudut spin.
7.6 Tingkat-Tingkat Energi Atom Hidrogen
         Dalam bahasan di depan kita berikan semua keadaan electron dalam atom hydrogen dengan tiga bilangan kuantum (n,l,m). tetapi seperti  yang kita lihat, sifat electron keempat, yakni moetum sudut intrinsic atau spin, memerlukan pengenalan suatu bilangan kuantum keempat. Kita tidak perlu menetapkan spin s, Karena ia selalu memiliki nilai ½, tetapi memang perlu menetapkan bilangan kuantum  (+ ½  atau – ½), yang memberitahu kita mengenai komponen z dari s. jadi, deskripsi lengkap dari suatu keadaan electron memerlukan empat bilangan kuantum (n,l,m, ).
        Sebagai contoh, keadaan dasar hydrogen sebelumnya dilabekan sebagai (n,l,m) = (1,0,0). Dengan tambahan , ini menjadi (1,0,0,+ ½ ) atau (1,0,0,- ½ ). Jadi, kini degenerasi keadaan dasar adalah 2. Keadaan eksitasi pertama akan mempunyai delapan label yang mungkin yakni : (2,0,0,+ ½),(2,0,0,+ ½ ), (2,1,1,+ ½ ), (2,1,0+ ½ ), (2,1,0,- ½ ), (2,1,-1,+ ½ ), dan (2,1,-1,- ½ ). Karena sekarang terdapat dua label yang mungkin bagi setia label terdahulu (setiap n,l,m, menjadi n,l,m,+ ½, dan n,l,m,- ½), maka degenerasi tiap tingkat adalah .
Hanyalah ketika kita tempatkan sebuah ato dalam medan magnet, perbedaan antara nilai   atau  menjadi penting, sehingga akan merumitkan bila keduanya dituliskan setip kali kita ingin merujuk pada suatu tingkat tertentu sebuah atom. Oleh karena itu, kita akan gunakan notasi lain, yang dikenal sebagai notasi spektroskopik, untuk melabel tingkat-tingkat atom. Dalam sisitem ini, kita menggunakan huruf bagi nilai l yang berbeda. Sebagai contoh, untuk l = 0, kita gunakan huruf s, untuk l = 1, kita gunakan huruf p, dan seterusnya. Notasi lengkapnya adalah sebagai berikut:



Nilai l
0
1
2
3
4
5
6
Penamaan huruf
S
P
d
f
g
h
I

(keempat huruf pertama adalah singkatan bahasa inggris bagi tajam (sharp), utama (principal), menyebar (diffuse), dan mendasar (fundamental), yang adalah istilah-istilah yang digunakan untuk memberikan berbagai spectrum atom seblum teori atom dikembangkan). Dalam notasi spektroskopik, keadaan dasar atom hydrogen dilabe 1s, dimana n = 1 dituliskan di depan s.
Gambar 7.19 Sebagian diagram tingkat energy atom hydrogen, yang memperlihatkan notasi spektroskopik beberapa tingkat energinya dan transisi-transisi yang memenuhi aturan seleksi .
Dalam gambar 7.19 juga diperlihatkan sejumlah garis yang menyatakan beberpa foton yang dapat dipancarkan ketika atom bertransisi dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih rendah. Garis-garis ini menunjukkan suatu segi tambahan dari diagram tingkat energy, yang dikenal sebagai aturan seleksi, bahwa tidak semua trnsisi diperkenankan terjadi. Dengan memecahkan persamaan schrodinger dan menggunakan pemecahan-pemecahannya untuk menghitung probabilitas transisi, kita dapatkan bahwa transisi yang berpeluang untuk terjadi adalah yang mengubah l sebanyak satu satuan. Dengan demikin, aturan seleksi yang berlaku adalah
                                                                                                      (7.17)
Tingkat 3s tidak dapat memancarkan sebuah foton bila bertransisi ke tingkat 2s (karena ). Untuk memancarkan sebuah foton, tingkat 3s harus paling dekat bertrasisi ke tingkat 2p ( ). Tidak ada aturan seleksi bagi n, karena itu tingkat 3p dapat bertransisi ke 2s atau 1s (tetapi tda boleh ke 2p).
7.7 Efek Zeeman
Efek Zeeman adalah gejala tambahan garis-garis spektrum jika atom-atom tereksitasi diletakan dalam medan magnet (terpecahnya garis spectral oleh medan magnetik). Efek Zeeman, nama ini diambil dari nama seorang fisikawan Belanda Zeeman yang mengamati efek itu pada tahun 1896.
Spektrum garis atomik teramati saat arus listrik dialirkan melalui gas di dalam sebuah tabung lecutan gas. Garis-garis tambahan dalam spektrum emisi teramati jika atom-atom tereksitasi diletakkan di dalam medan magnet luar. Satu garis di dalam spektrum garis emisi terlihat sebagai tiga garis (dengan dua garis tambahan) di dalam spektrum apabila atom diletakkan di dalam medan magnet. Terpecahnya satu garis menjadi beberapa garis di dalam medan magnet dikenal sebagai efek Zeeman.
Efek Zeeman tidak dapat dijelaskan menggunakan model atom Bohr. Dengan demikian, diperlukan model atom yang lebih lengkap dan lebih umum yang dapat menjelaskan efek Zeeman dan spektrum atom berelektron banyak. Dalam medan magnetik, energi keadaan atomik tertentu bergantung pada harga ml seperti juga pada n. Keadaan dengan bilangan kuantum total n terpecah menjadi beberapa sub-keadaan jika atom itu berada dalam medan magnetik, dan energinya bias sedikit lebih besar atau lebih kecil dari keadaan tanpa medan magnetik. Gejala itu menyebabkan “terpecahnya” garis spektrum individual menjadi garis-garis terpisah jika atom dipancarkan kedalam medan magnetik, dengan jarak antara garis bergantung dari besar medan itu.
(7.18)
       Marilah kita tinjau  sejenak  suatu dunia khayal (dan kurang menarik ) di mana elekton tidak memiliki spin ,kita persiapkan atom hid-rogen  dalan keadaan  , kemudian menempatkannya di dalam suatu medan magnet seragam  B  ( yang di bangkitkan oleh suatu magnet-elektrik laboratorium ,misalnya ).maka nomen magnet  hh yang berkaitan dengan momentum sudut orbital akan berinteraksi dengan medan B, dan energi yang berkaitan dengan interaksi ini adalah
                                                            .B                                        
Ini berarti momen magnet yang searah dengan medan memiliki energy yang lebih rendah daripada yang berlawanan . Marilah kita menganggap bahwa medanya mengarah dalam arah sumbu hh.dengan menggunakan peresamaan (7.16) bagi momen magnet,kita peroleh
(7.19)
V= .B
=  ɭɀB                                               
Hasil akhir di peroleh karena B di pilih dalam arah  ɀ. Karena sama dengan
(7.20)
V= m1 B
   = mɭµBB
Besaran  di kenal sebagai magneton Bohr ,dengan lambing µB dan bernilai 9,27 X 10-24  tanpa magnet ,tingkat 2p memiliki energi E0( .apabila medan magnet di hidupkan ,energinya menjadi E0 + V = E0 + mɭµBB ; yang berarti bahawa kini terdapat tiga energi berbeda yang mungkin bagi tingkat itu ,yang bergantung pada nilai mɭ. Gambar 7.20 melukiskan keadaan ini.



µBB
µBB
Tanpa medan

 ɭ = ɭ, mɭ =o.± 1                                               
Dengan  medan


                                                           

Gambar7.20 Pisahan Zeeman dari tingkat     dalam magnet luar. (Efek    momentum sudut spin electron diabaikan). Energi dalam suatu medan magnet berbentuk nilai    yang berbeda.
(7.21)
Sekarang, andaikanlah atom memancarkan sebuah foton dan transisinya ke tingkat dasar (1s). Tanpa medan magnet, sebuah foton dipancarkan dengan energy 10,2 eV dan panjang gelombangnya yang bersabgkutan adalah 122nm. Apabila medan magnetnya dihidupkan, maka ada tiga foton ynag dipancarkan, dengan energy masing-masing 10,2 eV + µBB, 10,2 eV dan 10,2 eV - µBB. Panjang gelombang foton yang bersangkutan dapat dihitung dari hubungan
E = ɦʎ (dimana sama dengan  µBB) mempengaruhi panjang gelombang. Dengan mendiferensiasikan, kita peroleh
 
dan mengambilkan nilai mutlak diferensial kecilnya, maka
(7.22)
                                                     
Gambar 7.21 melukiskan ketiga transisi ini, dan memperlihatkan suatu contoh hasil pengukuran panjang gelombang foton yang dipancarkan.





Gambar 7.21 Efek Zeema normal. Apabila medannya      dihidupkan, panjang gelombang tunggal  terpisah menjadi tiga panjang gelombang.

 



Dalam menganalisis transisi antara keadaan  yang berbeda, seringkali kita perlu untuk menggunakan aturan seleksi kedua: bahwa trasnisi yang terjadi hanyalah yang mengubah  sebanyak 0, +1 atau -1. Perubahan  sebanyak dua atau lebih tidak diperkenankan
7.8 Struktur Halus
Dalam bahasan kita mengenai spectrum hydrogen dalam Bab 6, disebutkan bahwa pengamatanyang lebih teliti terhadap garis-garis spectrum pancar menunjukan bahwa sebagian besar dari antarnya ternyata hanyalah garis tunggal, melainkan merupakan gabungan garis yang sangat rapat. Dalam pasal ini kita akan menjadi asa penyebab efek tersebut, yang dikenal dengan struktur halus.
Selama beraba-abad diyakini bahwa bumi merupakan pusat sistem tata surya dan bahwa matahari beredar mengelilingi bumi namun sekarang kita ketahui bahwa hokum-hukum fisika yang mengatur sistem tata surya dapat ditafsirkan secara baik jika kita memilih kerangka acuan bumi beredar mengelilingi matahari. Perlu dicatat bahwa tidak ada klerangka acuan yang “lebih benar” dari pada yang laniiya, semuanya setara pemilihan suatu kerangka acuan hanyalah semata-mata persoalan memudahkan analisis belaka.
Dalam perhitungan ini, akan sangat memudahkan jika atom hidrogen kita kai dari kerangka acuan elekton, dalam aman I ti atom tampak beredar mencari elektrion seperti halnya matahari tampak beredar mengitari bumi. Untuk memudahka persoalan ini akan kita tinjau dalam kompleks model Bohr.

r

             



(b)
(c)
(a)
                                                                                             
         Gambar 7.22  (a) sebuah electron yang beredar mengelilingi inti atom dengan momentum sudut l. Spin ellektron sejajar dengan l. (b) Dari sudut pandang electron, proton beredar seperti yang diperliuhatkan. (c) Gerak edar proton secara tampak dintyatakan oleh arus I yang menimbulkan suatu medan magnet B pada elektr0n. Momen magnet spin electron berlawanan arah dengan momentum sudut spinnya.

(7.23)
Gambar 7.22 memperlihatkan atom dalam kerangka acuan elekron. Gerak proton dalam suatu orbit lingkaran berjari-jari r tampak seperti suatu untai arus, yang menimbulkan medan magnet B pada electron. Medan magnet ini berinteraksi dengan momen magnet spin electron, . Energi interaksi momen magnet dalam suatu medan magnet adalah
(7.24)
Jadi apabila  dan  sejajar,  energi    lebih rendah dari pada bila dan  berlawanan arah . marilah kita definisikan arah z sebagai arah ; dengan , maka kita peroleh
 hanya dapat memliki dua nilai , yakni  dan . Keadaan dengan  energinya tergeser ke atas sebeesar ; keadaan dengan  energinya tergeser ke bawah dengan jumlah yang sama pula.
Pada tahap ini, hasilnya tampak mirip dengan bahsan kita mengenai efek Zeeman. Tetapi prlu dicatat satu perbedaan penting berikut, bahwa medan magnet B dalam kasus ini bukanlah suatu medan dalam labortorium yang dapat dihhidupkan atau didiamkan; medan ini ternyata dihasilkan oleh gerak proton.
Gambar 7.22 memperlihatkan sebuah elektron bergerak mengitari atom dengan spin sejajar l.  dalam kerangka acuan electron, inti atom tampak bergerak seperti yang diperlihatkan. Karena inti atom bermuatan positif, arus untai setaranya adalah arus positif, dank arena itu , arah medan magnet B seperti yang diperihatkan, yang ditentukan dengan menggunakan aturan tangan kanan. Karena ,
dan s berlawanan arah, sehingga untuk kasus ini B dan berlawanan arah. Telah kita hitung di depan bahwa keadaan tersebut akan bergeser ke atas , sehingga apabila s dan l sejajar, energy keadaan tersebut akan tergeser ke atassebanyak B . oleh karena itu kita perkirakan untuk m menemukan tiap tingkat terpian menjadi dua keadaan, keadaan energi yang lebih tinggi dengan l dan s sejajar, sedangkan yang lebih rendah dengan l dan s berlawanan. Gambar 7.23 melukiskan keadaan ini.
Gambar 7.23 pemisahan struktur halus dalam hidrogen . keadaan dengan l dan s sejajar, energinya akan lebih tinggi daripada yang l dan s-nya berlawanan.
                                      
,LLLLL
 



Kita dapat menaksir besar energi pisah  ini dengan menggunakan lagi model Bohr. Sebuah untai lingkaran berjari-jari r yang dialiri arus I menimbulkan suatumedan magnet pada pusat untai sebesar
(7.25)
                                                              
Arus I adalah muatan yang bergerak sepanjang untai (+e untuk kasus ini) dibagi dengan waktu tempuh T  untuk satu orbit. Waktu tempuh untuk satu orbit adalah jarak tempuh  dibagi dengan laju v. Jadi,
(7.26)
Karena keadaan sejajar tergeser ke atas dan yang berlawanan ke bawah, maka lebar  antara kedua keadaan ini adalah
(7.27)
Karena , (ingat kita menggunakan model Bohr), kelajuan v adalah , jadi
(7.28)
Dalam bab 6, kita dapati
(7.29)
Jadi
(7.30)
 
Pernyataan ini dapat kita tuliskan kembali dalam bentuk yang lebih mudah dengan mengingat bahwa  (dan dari Bab 1)
(7.31)
(7.32)
yang memberikan
 dikenal sebagai tetapan struktur halus dan merupakan suatu besara yang tidak berdimensi dengan nilai hampir sama dengan 1/137 .Untuk keadaan hidrogen n = 2, kita perkirakan beda energy keadaa dengan l  dan s sejajar dengan keadaan l  dan s berlawanan sebesar .Bandingkan nilai ini dengan hasil pengamatan, yan g didasarkan pada pengamatan pemisahan garis pertama deret Lyman, yang memberikan nilai . Terlihat bahwa walaupun perhitunhan kita ini didasarkan pada anggapan-anggapan yang kita buat, model Bohr yang kita gunakan , dan kegagalan kita untuk menggunakan fungsi-fungsi gelombang atom hidrogen untuk melakukan perhitungan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar