BAB
7
ATOM HIDROGEN
DALAM MEKANIKA KUANTUM
Standar
Kompetensi :
1.
Memahami
persamaan
Schodinger dalam koordinat bola
2.
Mengenal
bilangan
kuantum dan degenerasi
3.
Memahami
model
vektor
4.
Memahami
bentuk gelombang atom hydrogen
5.
Memahami
pin intrinsik
6.
Memahami
tingkat-tingkat energi atom hidrogen
7.
Memahami
efek Zeeman
8.
Memahami
struktur
halus
Tujuan Pembelajaran :
1.
Agar
mahasiswa dapat memahami persamaan Schodinger dalam
koordinat bola.
2.
Agar
mahasiswa dapat memahami bilangan kuantum dan degenerasi.
3.
Agar
mahasiswa dapat memahami model vector.
4.
Agar
mahasiswa dapat memahami bentuk gelombang atom hidrogen.
5.
Agar
mahasiswa dapat memahami spin intrinsic.
6.
Agar
mahasiswa dapat memahami tingkat-tingkat energi atom hydrogen.
7.
Agar
mahasiswa dapat memahami efek Zeeman.
8.
Agar
mahasiswa dapat memahami struktur halus.
7.1 Persamaan Schodinger dalam
koordinat Bola
Persamaan Schodinger dalam tiga dimensi berbentuk sebagai berikut
:
(7.1)
dalam fungsi x, y dan z. cara lazim untuk
memecahkan persamaan diferensial parsial seperti ini adalah dengan memisahkan
variabel. Potensial bagi gaya antara inti atom adan elektron adalah
; karena
, maka
(7.2)
Potensial dalam bentuk
ini tidak memberikan persamaan terpisahkan, tapi jika kita bekerja dalam system
koordinat bola
yang lebih memadai ketimbang system
)sekurang-kurangnya bagi perhitunganini), mka
kita dapat memisahkan variabel-variabelnya, dan menentukan himpunan
pemecahannya, variabel-variabel system koordinat ada digambarkan pada Gambar
7.1. Bayaran bagi penyederhanaan pemecahan ini adalah bertambah rumitnya bentuk
persamaan differensial parsialnya yang bentuknuaya menjadi :
(7.3)
Gambar 7.1. Sistem
koordinat bola bahi atom hydrogen. Proton berada pada titik asal dan
elelktron pada jari,jari
,
dalam arah yang ditentukan oleh suatu sudut polar
dan sudut azimuth
.
|
Dimana
selanjutnya, kita hanya akan meninjau
pemecahan yang terpisahkan dan dapat difaktorkan sebagai
(7.4)
dengan
masing-masing adalah dari satu variabel. Cara
ini member kita tiga buah persamaan differensial masing-masing dalam satu
variabel
).
7.2 Bilangan Kuantum dan Degenerasi
Analisis
pemecahan persamaan Schrodinger dalam koordinat bola
agak sulit, karena itu kita hanya akan
langsung menyajikan dan kemudian membahas pemecahan-pemecahannya.
Merujuk
ke bahasan perkenalan kita dengan persamaan Schrodinger, persoalan tiga dimensi
memerlukan tiga bilangan kuantum untuk mencirikan semua pemecahnnya. Oleh
karena itu, semua fungsi gelombang atom hydrogen akan diberikan dengan tiga
buah bilangan kuantum. Bilangan kuantum pertama,
berkaitan dengan pemecahan bagi fungsi radial,
. Bilangan
ini sama dengan yang dipakai untuk menamai
tingkat-tingkat energy model Bohr. Pemecahan bagi fungsi polar,
, memberikan bilangan kuantum l, dan bagi fungsi
, memberikan bilangan kuantum ketiga
.
Bilangan
kuantum n, yang dikenal sebagai bilangan kuantum utama, bernilai bulat
1,2,3,….Menentukan bilangan n adalah setara dengan memilih suatu tingkat energy tertentu,
seperti halnya dalam model Bohr. Selanjutnya bila kita memecahkan persamaan
Schrodinger, akan kita temukan bahwa semua tingkat energy terkuantisasinya,
sesuai dengan milik model Bohr,
(7.5)
Perhatikan
bahwa energi ini hanya bergantung pada bilnagn kuantum n, tidak pada l dan m. Nilai-lilai bilangan kuantum l dan ml dibatasi oleh
nilai n. bilangan kuantum momentum sudut l bernilai bulat dari 0 hingga n-1. Sebagai contoh, untuk n= 1, hanya nilai l=0 yang diperkenankan ; untuk n=
2, l= 0 dan l = 1 yang diperkenankan. Untuk tiap nilai l, bilangan kuantum magnetik ml memiliki nilai
.
Marilah
sekarang kita lihat bagaimana tiap tingkat energi diberi nama dengan ketiga
bilangan dkuantum
ini. Keadaan dasar diperkenannkan,
. Jadi, keadaan dasar memiliki bilangan
kuantum
Keadaan eksitasi pertama memiliki ,
, sehingga nilai l yang diperkenankan adalah ,
atau ,
. Untuk ,
, hanyalah ,
yang diperkenankan. Untuk ,
, nilai ,
adalah
. Dengan demikian himpunan bilangan
kuantum yang mungkin bagi tingkat ini adalah
. Semua keadaan ini memiliki
, dank arena itu semuanya memiliki energy
yang sama, karena hanya energy hanya bergantung pada n. dengan demikian, semua keadaan ini terdegenerasi,dan kita mengatakan bahwa tingkat
terdegenarasi rangkap-empat. Jika kita
daftarkan semua gabungan bilangan kuantum yang mungkin bagi tingkat
, akan kita dapati Sembilan kemungkinan
gabungan. Karena itu, tingkat
terdegenerasi rangkap-sembilan. Pada umumnya,
tingkat ke-n terdegenarsi rangkap-
. Gambar 7.2 melukiskan penamaan
masing-masing tingkat ini.
(3,1,1)
|
(3,2,0)
|
(3,2,1)
|
(3,2,2)
|
(3,1,-1)
|
(3,1,0)
|
(3,0,0)
|
(3,2,-2)
|
(2,1,-1)
|
(2,1,0)
|
(2,1,0)
|
(2,1,1)
|
(2,0,0)
|
(1,0,0)
|
Gambar
7.2
Beberapa tingkat energi terendah hidrogen, yang dimana dengan bilangan kuantum
. Keadaan eksitasi pertama terdegenarasi
rangkap empat, dan yang kedua rangkap-sembilan.
Jika
gabungan bilangan kuantum yang berbeda ini memiliki energi yang sama, lalu apa
manfaatnya mendaftarkan mereka secara terpisah? Pertama, akan kita dapati pada akhir bab ini, bahwa semua
subtingkat ini sama sekali tidak terdegenerasi, tetapi tetdapat sedikit
perbedaan energi yang memisahkan mereka ( mungkin sekitar
). Kedua,
dalam mempelajari transisi antara berbagai tingkat energy, kita dapati
bahwa intensitas tiap transisi bergantung pada subtingkat tertentu asal
transisi itu. Ketiga, dan mungkin
yang paling penting,, tiap subtingkat
memiliki fungsi gelombang yang dapat berbeda, dan karena itu menyatakan suatu
keadaan gerak elektron yang sangat berbeda. Untuk memahami pertanyaan terakhir ini, kita harus, meninjau tafsiran
geometri tipa bilangan kuantum. Untuk itu kita kembali sejenak menggunakan
bahasa model Bohr.
l =3
|
l = 1
|
l = 0
|
l= 2
|
memiliki momentum sudut terbesar terhadap inti atom, dan
dengan demikian berbentuk lingkaran. Semua nilai l I yang lebih kecil memberikan orbit elips, dan nilai terkecil
dari l
memberikan elips pipih yang melewati inti
atom. Bilangan kuantum
memberikan orientasi
bidang orbit relatif terhadap sumbu x,y. gambar 7.4 melukiskan dua orientasi
yag mungkin dari bidang
orbit elektron. Sekali lagi, tafsiran geometri ini hanya
bermanfaat dalam gambaran skematis yang menggunakan model Bohr, dan hendaklah
jangan dipandang sebagai keadaan sesungguhnya ; dan memang, bidang orbit yang
z
|
Orbit 2
|
y
|
Orbit 1
|
x
|
7.3 Model Vektor
Dalam bebeapa segi, model Bohr membantu
kita untuk memahami sifat-sifat atom. Telah kita lihat dalam pasal terakhir
bagaimana ketiga bilangan kuantum (n, l, ml) memberitahu kita
mengenai “bentuk” orbit elektron. Tetapi, terdapat beberapa sifat atom,
terutama perilakunya dalam medan magnet, yang dapat dipahami lebih mudah jika
kita menggunakan sebuah model yang memandang momentum sudut berperilaku seperti
vektor biasa (meskipun vektor ini memiliki beberapa sifat istimewa yang tidak
dijumpai dalam vektor”klasik”).
Untuk tiap orbit elektron yang mungkin,
momentum sudut tetap tidak berubah. (Hal yang sama juga berlaku bagi semua
benda yang mengorbit dalam medan graviyasi ; sebuah komet bertambah besar
kecepatannya kketika ia lewat dekat matahari, jadi penurunan jaraknya dari
matahari r, diimbangi dengan kenaikan momentum linearnya p, sehingga hasil kali
r x p bernilai tetap). Momentum sudut tersebut kita nyatakan dengan vektor I;
dalam pengertian klasik, ini adalah sebuah vektor yang melalui inti atom dan
tegak lurus bidang orbit elektron. Perhitungannya lebih teliti berdasarka
pemecahan persamaan Schrodinger yang memberikan hubungan antara panjang vector
I, yang kita tunjukkan dengan
, dengan bilangan kuantum l, sebagai
berikut:
(7.6)
Persamaan (7.6) memberikan hubungan
antara panjang vektor momentum sudut dan bilangan kuantum l yang berkaitan.
Untuk
ħ =
Dan untuk l = 2,
ħ =
Perhatikan dua hal penting disini.
Pertama, panjang vektor
selalu lebih besar daripada lħ, karena
selalu lebih besar daripada l. hal penting
disini akan dibahas kemudian. Kedua, nilai-nilai
ini, yang dapat kita tafsirkan
sebagai “besar” momentum sudut elektron, sangatlah berbeda dari yang kita
dapati dalam model Bohr. Sebagai ontoh, sebuah elektron dengan n = 3 pada model
Bohr memiliki momentum sudut
(lihat pasal 6.5). Dengan mekanika
kuantum model vektor, sebuah elektron dengan n = 3 dapat memiliki l = 2 (dengan
h), atau l = 1 (dengan
=
h), atau bahkan l = 0 (dengan
= 0)
Seperti
halnya dengan vektor klasik, vektor I dapat memiliki komponen sepanjang
sebarang sumbu dalam ruang. Sekali lagi, semua fungsi gelombang yang diperoleh
dari persamaan Schrodinger memberi kita seperangkat aturan untuk menghitung
ketiga komponen dari I. (Umumnya kita memilih sumbu z, karena ia merupakan
sebuah sumbu acuan dalam system koordinat bola). Nilai- nilai komponen z dari lz,
yang kita tunjukkan dengan I, terbatasi menurut pernyataan
Dimana
adalah bilangan kuantum magnet, yang bernilai
0,
Komponen-komponen vektor I untuk l =
2 dilukiskan pada gambar 7.5. Tiap orientasi yang berbeda dari vektor I
berkaitan dengan suatu nilai
yang berbeda. Sudut polar θ yanag dibuat
vektor I terhadap sumbu z mudah dicari dengan merujuk ke gambar 7.5 karena
, maka
(7.8)
|
|
|
|
|
|
Gambar 7.5 Berbagai
orientasi sebuah vektor momentum sudut dengan l = 2 dalam ruang dan
komponen-komponen z-nya. Terdapat lima kemungkinan orientasi yang berbeda
|
Perilaku
ini menyatakan suatu aspek menarik fisika kuanum yang disebut kuantisasi ruang,
yang hanya memperkenankan orientasi tertentu momentum sudut . jumlah orientasi
ini sama dengan 2 + 1 jumlah nilai ml yang mungkin) dan perbedaan
besar komponen z yang berturutan selalu
sebesar ħ. Sebagai contoh, andaikanlah kita dapat mengatur sekelompok atom
hydrogen sedemikian rupa sehingga berapa dalam keadaan l = 1. Dengan memilih
sumbu z dalam arah sebarang dan menggunkana teknik percobaan yang tepat, kita
dapat mengukur komponen z dari 1. Dari pengukuran semacam itu, kita berharap
menemukan
atau
.
Dengan memeilih lagi sumbu z dalam arah yang sama sekali berbeda dari yang
semula, kita ulangi lagi pengukuran tadi dan maenemukan kambali bahwa
atau
.
Perilaku ini berbeda dari perilaku vektor klasik. Sebuah vector klasik yang
panjangnya 1,0 akan memepunya komponen z sebesar 1,0, jika kita memilih sumbu z
searah vector itu, atau -1,0, jika kita memilih arah sebaliknya, atau j0,5 jika
kita memilih sumbu z membentuk sudut 600terhadapnya, atau 0,7 jika
kita memilih sumbu z memenbentuk sudut 450 terhadapnya. Sebuah
vector yang mekanika kuantuk mengatakan bahwa l=1 memeiliki komponen z yang
disyaratkan hanya memiliki nilai
atau -1,0. Yang menarik disini adalah bahwa
hasil ini tidak bergantung pada arah mana yang kita pilih bagi sumbu z.
(7.9)
|
adalah sudut azimuth yang didefinisikan dalam
gambar 7.1. jika kita menegnal
,
secara pasti (
,
maka kita sama sekali tidak tahu pasti tentang sudut
semua nilanya mempunyai kemungkina yang sama.
Ini sama saja dengan mengatakan bahwa kita sama sekali tidak tahu pasti tentang
dan
;
apabila salah satu komponen I
ditentukan, maka kedua komponen lainnya sama sekali tidak oasti. Gambar 7.6
memberikan suatu pernyataan gambar dari
lx
|
Gambar 7.6. vector I berpresesi cepat sekali mengelilingi sumbu z, dengan
besarnya tetap, tetapi
dan
berubah.
|
lz
|
lz
|
ly
|
Ini
vektornya kita bayangkan berputar atau berpresesi mengelilingi sumbu z,
sedemikian cepatnya sehingga kita tidak pernah dapat melihat gerak putar ini,
kecuali
yang besarnya tetap. Dalam tafsiran ini, kita
dapat melihat bagaimana kita kehilangan pengetahuan mengenai komponen x dan y
dari I. anda juga dapat melihat mengapa haruslah benar bahwa
. Seandainya kita dapatkan
, maka apabila
bernilai maksimum
, akan kita peroleh
. Karena panjang vektor, untuk nilai
ini, sama dengan komponen z-nya, maka ia harus terletak sepanjang sumbu z,
sehingga
.
Tetapi, pengerahuan serempak aas keiga komponen I menyalahi asas benuk keidakpasian seperi yang dinyaakan dalam
persamaan (7.9), oleh karena iu, keadaan ini toidak diperkenankan terjadi.
7.4 Fungsi
Gelombang Atom Hidrogen
Bilangan-bilangan kuantum (n, l, m1) yang menamai tiap
keadaan atom hidrogen, seperti telah kita lihat, mempunyai dua tafsiran.
Bilangan kuantum adalah tabel yang bukan hanya muncul dari prosedur matematik
yang terlibat dalam pemecahan persamaan Schrodinger, tetapi juga mempunyai
tafsiran geometris.
Komponen
fungsi gelombang
dapat ditulis
sebagai hasil kali tiga buah fungsi satu variabel:
Tabel 7.1 Beberapa Fungsi Gelombang Atom Hidrogen
N
|
L
|
ml
|
R(r)
|
|
𝜙(
|
1
|
0
|
0
|
|
|
|
2
|
0
|
0
|
|
|
|
2
|
1
|
0
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
Indeks (n,
l, m1) yang berbeda memberikan komponen fungsi gelobang yang berbeda. Dalam tabel diatas
didaftarkan beberapa fungsi gelombang
untuk beberapa nilai bilangan kuantum
n, l, m1.
Probabilitas unuk menemukan electron ditentukan oleh
kuadrat fungsi gelombang. Lebih khusus
memberikan rapat probabilitas (probabilitas
persatuan volume) untuk menemukan elekto pada kedudukan
. Utuk mnentukan probabilitas menemukan electron,
kita kalikan probabilitas persatuan volume tadi dengan elemen volume dV yang terletak pada
. Dalam koordinat bola elemen volume ini adalah;
Gambar 7.7 Elemen volume dalam system koordinat
bola.
(7.11)
Karena itu probabilitasnya adalah
(7.12)
Dengan persamaan 7.12, kita dapat menghitung berbagi
pola distribusi ruang electron. Sebagai
contoh kita dapat menghitung prbabilitas radial
untuk
menemukan electron antara r dan r + dr , tidak peduli berapapun
nilai
dan
.
Untuk melihat dengan cara lain kita bayangkan sebuah kulit bola tipis
berjari-jari r dan ketebalan dr, dan menanyakan berapa probabilitas
untuk menemukan electron dalam volume
kulit bola ini. Karea kita tiak tertarik pada
dan
maka kita integrasikan terhadap semua nilai
yang mungkin dari kedua variabel ini:
(7.13)
Integra
dan
bernilia satu, karena fungsi R,
,
dan
masing-masing normalisasikan. Jadi rapat
probabilitas adalah
(7.14)
Gambar 7.8 Rapat probabilitas P(r) bagi tiga keadaan terendah hydrogen
Contoh 7.3
Buktikan
bahwa jarak paling mungkin dari electron pada keadaan n= 1, l=1 ketitik asal
adalah
Pemecahan
Pada
tingkatan n = 2, l = 1, rapat probabilitas adalah
Kita
akan menghitung dimana fungsi ini mencapa maksimumnya; dengan cara yang lazim,
kita hitung dulu turunan pertama P(r)
dan kemudian menyamakannya dengan nol:
Satu-satunya
pemecahan yang dihasilkan suatu maksimum adalah
Perhatikan
bahwa ini adalah jari-jari orbit tingkat n = 2 menurut model Bhor. Sebagai
hasil umum, untuk tiap n, jari-jari yang paling mungkin dari keadaan
dengan l = n – 1 (nilai maksimum bagi l)
adalah
,
seperti yang diberikan oleh model Bhor. Nilai l yang lain untuk n yang sama
memiliki nilai jari-jari yang berbeda untuk P(r) maksimum.
Contoh 7.4
Sebuah
electron berada pada keadaan n = 1, l = 0. Berapakah probabilitas untuk
menemukan electron dalam daerah antara inti dan jari-jari Bhor?
Pemecahan
Kita
sekali lagi tertarik pada rapat probabilitas radial,
Probabilitas
total untuk menemukan electron antara r = 0 dan r =
adalah
Dengan
memislkan
,
kita menulskan bentuk ini kembali sebagai berikut
Ini
berarti, 32 persen waktu electron dihabiskan dalam daerah antara inti dan
jari-jari Bhor.
Gambar 7.9
Ketergantungan rapat probabilitas l =
1 pada sudut
Gambar 7.9 melukiska
ketergantungan rapat probabilitas pada sudut untuk
elektron berpelang besar ditemukan sepanjang
sumbu z ; untuk
,
electron memiliki probabilitas terbesar untuk ditemukan dalam bidang xy.
Tentu saja, kita tidak mungkin mengamati secra langsung
gerak electron didalam atom hydrogen. Yang dapat kita amati hanyalah “tumpahan”
distribusi muatan electron, dengan distribusi ruang yang diberikan oleh
probablitas
.
Distribusi probabilitas ini berakibatpenting bagi penggabungan atom-atom dalam
molekul.
Gambar 7.10
Beberapa pernyataan
untuk himpunan bilangan kuantum yang berbeda.
Intensitas tiap diagram pada sebarang titik sebanding dengan robabilitas
menemukan sebuah electron dalam suatu elemen volume kecil pada titik itu.
CONTOH
7.1
Hitunglah panjang vektor momentum
sudut yang menyatakan gerak sebuah elektron dalam suatu keadaan dengan l = 1 dan keadaan lain dengan l = 2.
Pemecahan
Persamaan (7.6) memberikan hubungan
antara panjang vektor momentum sudut dan bilangan kuantum l yang berkaitan. Untuk l = 1
=
h
=
h
Dan
untuk l = 2,
=
h
=
Perhatikan dua hal penting
di sini. Pertama, panjang vector
selalulebih besar dari pada lh, karena
selalu lebih besar dari pada l. hal yang
penting di sini akan dibahas kemudian. Kedua, nilai-nilai
ini, yang dapat ditafsirkan sebagai “besar”
momentum sudut elektron, sngatlah berbeda dari yang kita dapati dalam model
Bohr. Sebagai contoh, sebuah elektron dengan n = 3 pada model Bohr memiliki momentum sudut
=
3h (lihat pasal 6.5). Dengan mekanika kuantum model vektor, sebuah electron
dengan n = 3 dapat memiliki l = 2
(dengan
=
h), atau l
= 1 (dengan
=
h), atau bahkan l = 0 (dengan
=
0).
Seperti halnya dengan vektor klasik,
vektor l dapat memiliki komponen
sepanjang sebarang sumbu dalam ruang. Sekali lagi, semua fungsi gelombang yang
diperoleh dari persamaan Schrodinger memberi kita seperangkat aturan untuk
menghitung ketiga komponen dari l. (Umumnya
kita memilih sumbu z, karena ia merupakan sebuah sumbu acuan dalam sistem
koordinat bola). Nilai-nilai komponen z dari
, yang kita tunjukan dengan l, terbatasi menurut pernyataan
=
h
(7.7)
Di
mana
adalah bilangan kuantum magnet, yang bernilai
0,
1,
± 2, . . ., ± l.
CONTOH 7.2
Tentukan
semua komponen z yang mungkin dari
vektor l, yang menyatakan momentum
sudut gerak orbit dari suatu keadaan dengan l
= 2.
Pemecahan
Nilai-nilai
yang mungkin untuk l = 2
adalah +2, +1, 0, -1, -2. Jadi, vektor l
hanya dapat mempuyai lima komponen z,
yaitu
=
2h, 1h, 0, -1h, atau -2h. panjang vektor l, seperti yang kita hitung di depan, adalah
Komponen-komponen vector l untuk l = 2 dilukiskan pada Gambar 7.5. Tiap orientasi yang berbeda dari
vektor l berkitan dengan suatu nilai
yang berbeda. Sudut polar θ yang dibuat vektor l
terhadap sumbu z mudah dicari dengan
merujuk ke Gambar 7.5. karena
=
cos θ
maka
Cos
θ =
=
Atau
Cosθ=
CONTOH 7.3
Buktikan
bahwa jarak paling mungkin dari electron pada keadaan n = 2, l = 1 ke titik
Asal adalah 4
.
Pemecahan
Pada
tingkat n = 2, l = 1, rapat probabilitas adalah
P(r) =
=
Kita
ingin menghitung di mana fungsi ini mencapai maksimumnya; dengan cara yang
lazim, kita hitung dulu turunn pertama p(r) dan kemudian menyamakannya dengan
nol:
=
(
)
=
=
0
Satu-satunya
pemecahan yang menghsilkan suatu maksimum adalah r = 4
Perhatikan bahwa ini adalah jari-jari orbit tingkat n = 2 menurut model Bohr. Sebagai hasil umum, untuk tiap n, jari-jari yang paling mungkin dari
keadaan dengan l = n – 1 (nilai maksimum bagi l) adalah
, seperti yang diberikan oleh model Bohr.
Nilai l yang lain untuk n yang sama memiliki nilai jari-jari
yang berbeda untuk p(r) maksimum.
7.5 Spin
Intrinsik
Gambar 7.11 Tiap magnet memiliki
kekuatan tarik atau tlak yang dicirikan oleh momen dipole magnet µnya. Ini adalah sebuah vector yang menunjuk
dari kutub S (selatan) kekutub N (utara) magnet. Medan magnet luar B
yang dukenakan, menimbulkan momen putar pada tiap momen magnet, yang cenderung
memutar semua momen magnet searah dengannya. Karena terdapat gaya gesekan
antara magnet dan meja , maka medan B
tidak akan berhasil mengarahkan semua magnet itu; tetapi semakin kita perbesar
kuat medan magnetnya, semakin berhasil pula kita mengrahkan magnet-magnet itu.
Gambar 7.11. (a) himpunan magnet
permanen keci bebas. Tanah panah menunjukkan arah momen magnet (b) medan magnet
B yang dikenakan cenderung memutar momen magnet searah denan medan.
Bersamaan
dengan perbesaran ini, magnet-magnet
tadi tidak akan berangsur-angsur bergerak secara mulus menuju kedudukan searah
medan B. ini adalah salah sau contoh prilaku sisitem magnet klasik.
Marilah
kia menganggap bahwa tiap atom berada dam keadaan n = 2 dan l=1. Dengan
menggunakan model Bhor, tampak bahwa electron yang mengorbit menyerupai sebuah
untai lingkaran dengan alran arus
dimana q adalah muatan electron (-e) dan T
adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu putaran. (jika electron
bergerak dengan laju
mengelilingi
sebuah untai berjari-jari r, maka
.
Gambar 7.12
(a) himpunan momen magnet atom bebas.
Karen momen magnet untai adalah hasil kali arus
dengn luas untai, maka;
(7.15)
Karena
dengn
menuliskan
dan l sebagai vector, dan mengambil –e bagi
muatan elektron maka,
(7.16)
Tanda
negaif, yang hadir karena elektron bermuatan negative, mnunjukan bahwa vector I dan µ menunjukan dalam arah yang
berlawanan. Sebelum kita kenakan mdan magnet luar, semua momen magnet ini
mengarah secara acak. Tetapi hanyalah tiga kemungkinan orientas I, dan karena
itu pula µ yang diperkenankan; karena l =
1, kita dapat mempunyai ml = -1, 0, atau +1. Bandingkan
orientasi acak dari Gambar 7.12 yang diperlihatkan pada himpunan momen magnet
klasik dalam Gambar 7.11 Dalam keadaan acak, terdapat jumlah atomyang sama
dengan tiap nilai ml. begitu kita perbesar kekuatan medannya, semua
momen magnet ini sekali lagi mencoba mengarahkan dirinya searah medan, tetapi
mereka tidak dapat bergerak secara mulus seperti yang dialami momen magnet
klasik-yang dapat dilakukan atom adalah meloncat dari satu nilai ml
kenilai lainnya.
Sebelum
kita meninjau lebih lanjut periaku µ, kita bahas terlbih dulu perilaku serupa
dari sebuah dipole elektrik, yang terdiri dari dua elektrik p besarnya qr dan menunjuk dari muatan negative ke
positif. Seperti dlihat pada gambar 7.13, dalam suatu medan elektrik seragam,
dipole mengalami suatu momen-putar yang memutarnya searah dengan E.
andaikan sekarang medannya tidak seragam-maka gaya yang ditimbukan medan pada
muatan positif tidak sama dengan yang pada muatan negative, seperti tampak pada
Gambar
7.13 Sebuah moen
dipole elektrik dalam medan elektrik seragam E. gaya F+ pada
muatan positif dan gaya F- pada muatan negative menghasikan neto momen-putar pada dipol.
Gambar
7.14 Sebuah moen
dipole elektrik dalam medan elektrik seragam. Besar kuat medannya menurun dari
bawah keatas gambar, sehingga gaya F- lebih besar dari pada gaya F+. karena
itu, terdapat neto gaya beraarah kebawah pada dipol.
Tetapi, ada
neto momen-putar yang cenderung
memutar dipole, dan ada pula neto gaya yang cenderunggu menggerakkan dipole.
Tinjau kedua dipole yang diperlihatkan gambar 7.15. andaikan medan elektrik
yang dekat dengan bagian bawah gambar besarnya lebih dari pada yang dekat
bagian atas gambar, dan dianggap pula bahwa arah medannya keatas. Maka dipole
A, dengan momen dipolnya p mengarah keatas, mengalami gaya neto ke
bawah, Fneto, karena gaya ke bawah F- pada muatan negative
lebih besar dari pada gaya keatas F+ pada muatan positif. Dipihak lain, dipole
B, dengan momen diopolnya p mengarah ke bawah, mengalami gaya neto ke
atas, karena F+ lebih besar dari pada F-. hasil ini dapat kita rumuskan dengan
cara lain yang lebih memdahkan untuk dapat diterapkan pada bahasan kita
mengenai momen dipole magnet sebagai berikut. Misalkan arah medan
mendefinisikan sumbu z. maka semua dipole dengan pz > 0 (seperti dipole A) mengalami neto gaya positif
sehingga bergerak dalam arah z negative, sedangkan semua dipole dengan pz < 0 (seperti dipole B)
mengalami neto gaya positif dan bergerak dalam arah z positif.
Gambar
7.15 Dua diol
dengan arah momen berlawanan dalam medan yang tidak seragam. Tiap dipole akan
bergerak dalam arah berlawanan di bawah pengaruh neto gaya.
Sebuah momen dipole magnet µ juga memperlihatkan perilaku yang sama.
(dan memang, jika kita membayangkan kehadiran kutub khayal N dan S, maka
periaku sebuah momen magnet dapat diberikan dengan berbagai penggambaran
seperti Gambar 7.13, 7.14, dan 7.15). Medan magnet tidak seragam tidak hanya
memutar momen magnet, tetapi juga memberikan suatu gaya takseimbang yang
menyebabkan terjadi perpindahan. Gambar 7.16 melukiskan perilaku momen magnet
dengan arah berbeda dalam medan magnet tidak seragam. Kedua arah kedudukan yang
berbeda ini memberikan neto gaya dalam arah berlawanan.
Gambar. 7.16 Dua dipol magnet dalam medan magnet
yang tidak seragam. Dipol-dipol yang berarah berlawanan mengalami neto gaya
dalam arah yang berlawanan.
Gambar 7.17. Seberkas atom hydrogen mula-mula
dpersiapkan berada pada tingkat n =
2, l =1. Berkasnya terdiri atas
jumlah bagian atom yang sama, masing-masing dalam keadaan ml = -1, 0, dan +1. (kita akan menanggap bahwa percobaan
ini dilakukan sedemikian cepatnya sehingga keadaan n = 2 tidak meluruh keadaan n = 1).
Gambar
7.17 Skema
percobaan Stern-Gerlach. Seberkas atom dilewatkan kedalam suatu daerah yang
didalamnya terdapat suatu medan magnet yang tidak seragam. Atom-atom dengan
arah momen dipole magnet berlawanan menderita gaya dalam dua arah berlawanan.
Berkasnya kemudian dilewatkan pada suatu daerah yang
didalamnya terdapat suatu medan magnet tak seragam. Karena atom-atom
dengan ml = +1 mengalami neto gaya ke atas, maka mereka
dibelokkan ke atas, sedangkan atom-atm dengan ml = -1 dibelokkan ke bawah. Atom-atom dengan ml = 0 tidak dibelokkan.
Setelah melewati medan magnet, berkas atom di jatuhkan pada suatu layar; disitu
berkas membentuk suatu titik terang. Apa bila medan magnetnya dihilangkan, maka
kita berharap hanya dapat melihat satu titik di pusat layar, karena berkas sama
sekali tidak mengalami pembelokan. Apa bila medan magetnya dihidupka, kita akan
meihat tiga buah titk pada layar-satu dipusat (berkaitan dengan ml = 0), satu dipusat (ml = +1) dan satu di bawah
pusat (ml = -1). Apa bila
atomnya berada pada keadaan dasar (l = 0),
maka kita perkirakan akan melihat satu titikk saja pada layar, tidak bergantung
apakah medannya dihidpkan atau tidak. Jika berkasnya kita persiapkan dalam
keadaan dengan l – 2, maka kita akan
melihat lima buah titik pada layar. Jumlah
titik pada layar adalah nilai ml yang bebeda, dan anda dapat
meyakinkan diri bahwa jumlah ini sama dengan 2i +1 memiliki nilai 1,3,5,7,……;
yakni, kita akan selalu melihat jumlah titik yang ganji pada layar. Tetapi,
jika percobaanya kita lakukan dengan hydrogen pada keadaa l = 1, ternyata kita
tidak hanya mendapat tiga, melainkan empat buah titik pada layar! Yang lebi
memvbingungkan lagi adalah, apabila percobaanya kita lakukan dengan hydrogen
pada keadaan l = 0, kita dapat dua titik pada layar, yang satu menyatakan
pembelokan ke atas dan yang lainnya membelok ke bawah! Pada keadaan l = 0, panjang vector l adalah nol, sehingga
dengan demikian kita memperkirakan bahwa tidak ada momen magnet, berlawwanan
dengan persamaan (7.16).
Percobaan ini dilakukan oleh
O.Stern dan W. Gerlach pada tahun 1921. Berkas atom yang mereka gunakan adalah
dari atom tembaga. Meskipun struktur electron atom tembaga lebih rumit dari
pada hydrogen, asas dasar yang sama tetap berlaku-tembaga memiliki l =
0,1,2,3,………, sehingga kita perkirakan pula untuk melihat jumlah titik yang
ganjil pada layar, ternyata merka melihat berkasnya pecah menjadi dua komponen,
yang menghasilkan dua titik pada layar.
Pemunculan
titik pada layar, dan bukan sebaran bola pita, merupakan bukti pertama mengenai
kuantisasi ruang; momen magnet klasik menunjuk pada semua arah, karena itu akan
membentuk pola tersebar pada layar. Pengamatan pemunculan sejumlah titk diskret
pada layar berarti bahwa semua momen magnet atm hanya dapat menunjuk dalam arah
tertentu saja dalam ruang. Ini berkaitan dengan arah-arah diskret momen magnet.
Berkaitan
dengan gerak bumi, terdapat dua momentum sudut-momentum sudut orbital gerak bumi mengitari matahari dan momentum sudut
intrinsic gerak rotasi bumi mengelilingi sumbunya. Begitu pula, electron
memiliki momentum sudut orbital I yang mencirikan gerak electron
mengelilingi inti atom, dan monmentum sudut intrinsic s, yang
berperilaku seolah-olah electron berputar (spinning)
pada sumbunya.
Untuk
dapat menerangkan hasil percobaan Stern-Gerlach, kita harus menetapkan suatu
spin intrinsic s bernlai ½ bagi electron. Spin intrinsic ini berperilaku sama
seperti momentum sudut orbit; ada bilangan kuantum s, vector
momentumsudut s (dengan panjang
), momen magnet yang berkatan
, komponen z-nya
, dan suatu bilangan kuantum magnet spin
bernilai + ½
atau – ½. Sifat-sifat fektor s dilukskan pada gambar 7.18
Gambar 7.18 Momentum sudut spin sebuah electron dan
arah ruang dari vector momentum sudut spin.
7.6 Tingkat-Tingkat
Energi Atom Hidrogen
Dalam
bahasan di depan kita berikan semua keadaan electron dalam atom hydrogen dengan
tiga bilangan kuantum (n,l,m). tetapi
seperti yang kita lihat, sifat electron
keempat, yakni moetum sudut intrinsic atau spin, memerlukan pengenalan suatu
bilangan kuantum keempat. Kita tidak perlu menetapkan spin s, Karena ia selalu
memiliki nilai ½, tetapi memang perlu menetapkan bilangan kuantum
(+ ½ atau – ½), yang memberitahu kita mengenai
komponen z dari s. jadi, deskripsi lengkap dari suatu keadaan electron
memerlukan empat bilangan kuantum (n,l,m,
).
Sebagai contoh, keadaan dasar hydrogen
sebelumnya dilabekan sebagai (n,l,m)
= (1,0,0). Dengan tambahan
, ini menjadi (1,0,0,+ ½ ) atau (1,0,0,- ½ ). Jadi,
kini degenerasi keadaan dasar adalah 2. Keadaan eksitasi pertama akan mempunyai
delapan label yang mungkin yakni : (2,0,0,+ ½),(2,0,0,+ ½ ), (2,1,1,+ ½ ),
(2,1,0+ ½ ), (2,1,0,- ½ ), (2,1,-1,+ ½ ), dan (2,1,-1,- ½ ). Karena sekarang
terdapat dua label yang mungkin bagi setia label terdahulu (setiap n,l,m,
menjadi n,l,m,+ ½, dan n,l,m,- ½), maka degenerasi tiap tingkat adalah
.
Hanyalah ketika kita tempatkan sebuah ato dalam
medan magnet, perbedaan antara nilai
atau
menjadi
penting, sehingga akan merumitkan bila keduanya dituliskan setip kali kita
ingin merujuk pada suatu tingkat tertentu sebuah atom. Oleh karena itu, kita
akan gunakan notasi lain, yang dikenal sebagai notasi spektroskopik, untuk melabel tingkat-tingkat atom. Dalam
sisitem ini, kita menggunakan huruf bagi nilai l yang berbeda. Sebagai contoh,
untuk l = 0, kita gunakan huruf s, untuk l = 1, kita gunakan huruf p, dan
seterusnya. Notasi lengkapnya adalah sebagai berikut:
Nilai l
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
Penamaan
huruf
|
S
|
P
|
d
|
f
|
g
|
h
|
I
|
(keempat huruf pertama adalah singkatan bahasa
inggris bagi tajam (sharp), utama (principal), menyebar (diffuse), dan mendasar (fundamental), yang adalah
istilah-istilah yang digunakan untuk memberikan berbagai spectrum atom seblum
teori atom dikembangkan). Dalam notasi spektroskopik, keadaan dasar atom
hydrogen dilabe 1s, dimana n = 1 dituliskan di depan s.
Gambar 7.19 Sebagian diagram tingkat energy atom
hydrogen, yang memperlihatkan notasi spektroskopik beberapa tingkat energinya
dan transisi-transisi yang memenuhi aturan seleksi
.
Dalam gambar 7.19 juga diperlihatkan sejumlah garis
yang menyatakan beberpa foton yang dapat dipancarkan ketika atom bertransisi
dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih rendah. Garis-garis ini
menunjukkan suatu segi tambahan dari diagram tingkat energy, yang dikenal
sebagai aturan seleksi, bahwa tidak semua trnsisi diperkenankan terjadi. Dengan
memecahkan persamaan schrodinger dan menggunakan pemecahan-pemecahannya untuk
menghitung probabilitas transisi, kita dapatkan bahwa transisi yang berpeluang
untuk terjadi adalah yang mengubah l sebanyak satu satuan. Dengan demikin,
aturan seleksi yang berlaku adalah
(7.17)
Tingkat 3s tidak dapat memancarkan sebuah foton bila
bertransisi ke tingkat 2s (karena
). Untuk memancarkan sebuah foton, tingkat 3s harus
paling dekat bertrasisi ke tingkat 2p (
). Tidak ada aturan seleksi bagi n, karena itu
tingkat 3p dapat bertransisi ke 2s atau 1s (tetapi tda boleh ke 2p).
7.7
Efek Zeeman
Efek Zeeman adalah gejala tambahan garis-garis spektrum jika atom-atom tereksitasi
diletakan dalam medan magnet (terpecahnya garis spectral oleh medan magnetik).
Efek Zeeman, nama ini diambil dari nama seorang fisikawan Belanda Zeeman yang
mengamati efek itu pada tahun 1896.
Spektrum garis atomik teramati saat arus listrik dialirkan
melalui gas di dalam sebuah tabung lecutan gas. Garis-garis tambahan dalam
spektrum emisi teramati jika atom-atom tereksitasi diletakkan di dalam medan
magnet luar. Satu garis di dalam spektrum garis emisi terlihat sebagai tiga
garis (dengan dua garis tambahan) di dalam spektrum apabila atom diletakkan di
dalam medan magnet. Terpecahnya satu garis menjadi beberapa garis di dalam
medan magnet dikenal sebagai efek Zeeman.
Efek Zeeman tidak dapat dijelaskan menggunakan
model atom Bohr. Dengan demikian, diperlukan model atom yang lebih lengkap dan
lebih umum yang dapat menjelaskan efek Zeeman dan spektrum atom berelektron
banyak. Dalam
medan magnetik, energi keadaan atomik tertentu bergantung pada harga ml seperti
juga pada n. Keadaan dengan bilangan kuantum total n terpecah menjadi beberapa
sub-keadaan jika atom itu berada dalam medan magnetik, dan energinya bias
sedikit lebih besar atau lebih kecil dari keadaan tanpa medan magnetik. Gejala
itu menyebabkan “terpecahnya” garis spektrum individual menjadi garis-garis
terpisah jika atom dipancarkan kedalam medan magnetik, dengan jarak antara
garis bergantung dari besar medan itu.
(7.18)
|
.B
Ini berarti momen magnet yang searah
dengan medan memiliki energy yang lebih rendah daripada yang berlawanan .
Marilah kita menganggap bahwa medanya mengarah dalam arah sumbu hh.dengan
menggunakan peresamaan (7.16) bagi momen magnet,kita peroleh
(7.19)
|
=
ɭɀB
Hasil akhir di peroleh karena B di pilih dalam arah ɀ. Karena
sama
dengan
(7.20)
|
= mɭµBB
Besaran
di kenal sebagai magneton Bohr ,dengan lambing µB dan bernilai 9,27 X 10-24
tanpa magnet ,tingkat 2p memiliki energi E0(
.apabila medan magnet di hidupkan ,energinya menjadi E0 + V = E0 + mɭµBB ; yang berarti bahawa kini terdapat
tiga energi berbeda yang mungkin bagi tingkat itu ,yang bergantung pada nilai mɭ.
Gambar 7.20 melukiskan keadaan ini.
|
|
µBB
|
µBB
|
Tanpa
medan
|
Dengan
medan
|
|
Gambar7.20 Pisahan
Zeeman dari tingkat
dalam magnet luar. (Efek momentum sudut spin electron diabaikan).
Energi dalam suatu medan magnet berbentuk nilai
yang berbeda.
(7.21)
|
E = ɦʎ (dimana
sama
dengan µBB) mempengaruhi
panjang gelombang. Dengan mendiferensiasikan, kita peroleh
dan mengambilkan nilai mutlak
diferensial kecilnya, maka
(7.22)
|
Gambar 7.21
melukiskan ketiga transisi ini, dan memperlihatkan suatu contoh hasil
pengukuran panjang gelombang foton yang dipancarkan.
Gambar
7.21 Efek Zeema normal. Apabila medannya
dihidupkan, panjang gelombang
tunggal
terpisah menjadi tiga panjang gelombang.
|
Dalam menganalisis transisi antara
keadaan
yang berbeda,
seringkali kita perlu untuk menggunakan aturan
seleksi kedua: bahwa trasnisi yang terjadi hanyalah yang mengubah
sebanyak 0, +1
atau -1. Perubahan
sebanyak dua
atau lebih tidak diperkenankan
7.8 Struktur Halus
Dalam bahasan kita mengenai spectrum
hydrogen dalam Bab 6, disebutkan bahwa pengamatanyang lebih teliti terhadap
garis-garis spectrum pancar menunjukan bahwa sebagian besar dari antarnya
ternyata hanyalah garis tunggal, melainkan merupakan gabungan garis yang sangat
rapat. Dalam pasal ini kita akan menjadi asa penyebab efek tersebut, yang
dikenal dengan struktur halus.
Selama beraba-abad diyakini bahwa bumi
merupakan pusat sistem tata surya dan bahwa matahari beredar mengelilingi bumi
namun sekarang kita ketahui bahwa hokum-hukum fisika yang mengatur sistem tata
surya dapat ditafsirkan secara baik jika kita memilih kerangka acuan bumi
beredar mengelilingi matahari. Perlu dicatat bahwa tidak ada klerangka acuan
yang “lebih benar” dari pada yang laniiya, semuanya setara pemilihan suatu
kerangka acuan hanyalah semata-mata persoalan memudahkan analisis belaka.
Dalam perhitungan ini, akan sangat
memudahkan jika atom hidrogen kita kai dari kerangka acuan elekton, dalam aman
I ti atom tampak beredar mencari elektrion seperti halnya matahari tampak
beredar mengitari bumi. Untuk memudahka persoalan ini akan kita tinjau dalam
kompleks model Bohr.
r
|
|
(b)
|
(c)
|
(a)
|
Gambar 7.22 (a) sebuah electron yang beredar mengelilingi
inti atom dengan momentum sudut l. Spin
ellektron sejajar dengan l. (b) Dari
sudut pandang electron, proton beredar seperti yang diperliuhatkan. (c) Gerak
edar proton secara tampak dintyatakan oleh arus I yang menimbulkan suatu medan magnet B pada elektr0n. Momen magnet spin electron berlawanan arah dengan
momentum sudut spinnya.
(7.23)
|
(7.24)
|
hanya dapat memliki dua nilai , yakni
dan
.
Keadaan dengan
energinya tergeser ke atas sebeesar
; keadaan dengan
energinya tergeser ke bawah dengan jumlah yang
sama pula.
Pada
tahap ini, hasilnya tampak mirip dengan bahsan kita mengenai efek Zeeman.
Tetapi prlu dicatat satu perbedaan penting berikut, bahwa medan magnet B dalam
kasus ini bukanlah suatu medan dalam labortorium yang dapat dihhidupkan atau
didiamkan; medan ini ternyata dihasilkan oleh gerak proton.
Gambar
7.22 memperlihatkan sebuah elektron bergerak mengitari atom dengan spin sejajar
l. dalam kerangka acuan electron, inti atom
tampak bergerak seperti yang diperlihatkan. Karena inti atom bermuatan positif,
arus untai setaranya adalah arus positif, dank arena itu , arah medan magnet B seperti yang diperihatkan, yang
ditentukan dengan menggunakan aturan tangan kanan. Karena
,
dan
s berlawanan arah, sehingga untuk
kasus ini B dan
berlawanan arah. Telah kita hitung di
depan bahwa keadaan tersebut akan bergeser ke atas , sehingga apabila s dan l sejajar, energy keadaan tersebut akan tergeser ke atassebanyak
B
.
oleh karena itu kita perkirakan untuk m menemukan tiap tingkat terpian menjadi
dua keadaan, keadaan energi yang lebih tinggi dengan l dan s sejajar,
sedangkan yang lebih rendah dengan l dan
s berlawanan. Gambar 7.23 melukiskan
keadaan ini.
Gambar
7.23 pemisahan struktur halus dalam hidrogen .
keadaan dengan l dan s sejajar, energinya akan lebih tinggi daripada yang l dan s-nya berlawanan.
|
|
,LLLLL
|
Kita
dapat menaksir besar energi pisah ini
dengan menggunakan lagi model Bohr. Sebuah untai lingkaran berjari-jari r yang dialiri arus I menimbulkan suatumedan magnet pada pusat untai sebesar
(7.25)
|
Arus
I adalah muatan yang bergerak
sepanjang untai (+e untuk kasus ini) dibagi dengan waktu tempuh T untuk satu orbit. Waktu tempuh untuk satu
orbit adalah jarak tempuh
dibagi dengan laju v. Jadi,
(7.26)
|
Karena
keadaan sejajar tergeser ke atas dan yang berlawanan ke bawah, maka lebar
antara
kedua keadaan ini adalah
(7.27)
|
Karena
, (ingat kita
menggunakan model Bohr), kelajuan v adalah
, jadi
(7.28)
|
Dalam bab 6, kita dapati
(7.29)
|
Jadi
(7.30)
|
Pernyataan
ini dapat kita tuliskan kembali dalam bentuk yang lebih mudah dengan mengingat
bahwa
(dan dari Bab 1)
(7.31)
|
(7.32)
|
dikenal sebagai tetapan struktur halus dan merupakan
suatu besara yang tidak berdimensi dengan nilai hampir sama dengan 1/137 .Untuk
keadaan hidrogen n = 2, kita perkirakan beda energy keadaa dengan l dan s sejajar
dengan keadaan l dan s berlawanan
sebesar
.Bandingkan nilai ini dengan hasil pengamatan, yan g
didasarkan pada pengamatan pemisahan garis pertama deret Lyman, yang memberikan
nilai
. Terlihat bahwa walaupun perhitunhan kita ini didasarkan
pada anggapan-anggapan yang kita buat, model Bohr yang kita gunakan , dan
kegagalan kita untuk menggunakan fungsi-fungsi gelombang atom hidrogen untuk
melakukan perhitungan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar