BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dunia pendidikan Indonesia baru-baru ini mengganti koridor acuan
pelaksanaan pendidikannya atau menggati kurikulumnya dari kurikulum KTSP
(Kurikulum 2006) ke kurikulum baru yang kita kenal dengan istilah Kurikulum
2013 (K-13). Sangat berdampak besar pada pelaksaan pendidikan pada
masing-masing satuan pendidikan diidonesia mulai dari tingkat sekolah dasar
hingga menengah atas bahkan sampai jenjang perguruan tinggi. Hasil dari
perubahan kurikulum tersebut belum dapat langsung kita lihat hasilnya karena
merupakan penggatian sesuatu yang krusial dan bersifat sistematis. Karenanya
perlu waktu lebih untuk dapat menikmati hasil dari penerapan kurikulum
tersebut. Jika dilihat dari visi dan strukturnya, Kurikulum 2013 (K-13) lebih
menekankan pada pendidikan moral dalam hal ini pendidikan spiritual.
Demi keefektivitasan penerapannya
dilapangan, kurikulum 2013 menganjurkan beberapa model pembelajaran yang bisa
diterapkan oleh guru-guru sebagai tenaga pendidik disekolah. Tepatnya terdapat
empat anjuran model pembelajaran, yaitu model pendekatan scientific, model
pembelajaran berbasis masalah (Based Problem Learning), model pembelajaran
penemuan (Discovery Learning) dan model pembelajaran berbasis proyek ( Based
Project Learning ). Dari keempat model pembelajaran tersebut , model pendekatan
scientific yang paling dianjurkan , hanya saja tidak di semua sekolah dan
tingkat satuan pendidikan model ini cocok untuk diterapkan karena karakteristik
peserta didik yang berbeda-beda serta pengaruh dari faktor luar lainnya seperti
lingkungan dan budaya setempat. Sebagai alternative kita bisa menggunakan model
pembelajaran yang lain yang sesuai, seperti model pembelajaran penemuan
(Discovery Learning). Pengetahuan akan keempat model pembelajaran ini merupakan
sesuatu yang mutlak bagi seorang tenaga pendidikan dalam hal ini guru yang
merupakan pelaksana utama di tingkta satuan pendidikan. Terkhusus pada model
pembelajaran penemuan dan model pembelajaran berbasis masalah , dua dari empat
model pembelajaran yang dianjurkan ini masih kurang dieksplor , dikenal dan
dipahami oleh guru pada umumnya karena kebanyakan menerapkan model pendekatan
scientific. Padahal kedua model ini juga merupakan model pembelejaran yang
berpotensi sangat efektif jika diterapkan secara utuh , terarah dan terstruktur.
B. Rumusan Masalah
Pembahasan dalam makalah ini membahas penyelesaian dari beberapa
masalah , yaitu :
1.
Bagaimana latar
belakang folisofis dari Model Pembelajaran Discovery Learning ?
2.
Apa konsep
dasar Model Discovery Learning ?
3.
Bagaimana
Sintaks atau langkah-langkah pelaksanaan Model Discovery Learning ?
4.
Apa sajakah
keunggulan dan kelemahan dari Model Pembelajaran Discovery Learning ?
5.
Apa konsep
dasar Model Pembalajaran Berbasis Proyek ?
6.
Bagaimana
Sintaks atau langkah-langkah pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek ?
7.
Apa sajakah
keunggulan dan kelemahan dari Model Pembelajaran Berbasis Proyek ?
C. Tujuan
Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.
Mengetahui
latar belakang filosofis Model Discovery Learning
2.
Memahami konsep
dasar Model Discovery Learning
3.
Mengetahui dan
memahami Sintaks Model Discovery Learning
4.
Mengetahui
keunggulan dan kelemahan Model Discovery Learning
5.
Memahami konsep
dasar Model Pembelajaran Berbasis Proyek
6.
Mengetahui dan
memahami Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning
7.
Mengetahui
keunggulan dan kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini , yaitu :
1.
Sebagai
tambahan referensi yang membahas dua dari empat model pembelajaran yang
digunakan dalam kurikulum 2013
2.
Sebagai bahan
bacaan yang membantu pendidik untuk menerapkan model pembelajaran yang
digunakan dalam kurikulum 2013
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Filosofis Model Pembelajaran
Penemuan (Discovery Learning)
Pendidikan
merupakan komponen utama dalam membentuk generasi muda yang berkualitas.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Tim penyusun (2013) menuliskan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional tersebut diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang
dituangkan dalam standar kompetensi lulusan yang mencakup ranah sikap,
pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Lebih lanjut lagi Tim Penyusun
(2013) menjelaskan bahwa ketiga ranah ketiga ranah tersebut diperoleh melalui
aktivitas psikologi yang berbeda-beda. Ranah sikap diperoleh melalui aktivitas
menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan; ranah pengetahuan
diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengeva-luasi dan mencipta; serta ranah keterampilan diperoleh melalui
aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.
Aktivitas-aktivitas
tersebut tidak dapat terjadi tanpa adanya peran guru yang kreatif yang dalam
proses pembelajarannya menyediakan model pembelajaran yang sesuai.
Salah satu model
pembelajaran yang direkomdasikan dalam kurikulum 2013 adalah model Discovery
Learning. Menurut Joolingen dalam Fathur dkk (2012) discovery learning adalah
suatu tipe pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri
dengan mengadakan suatu percobaan dan menemukan sebuah prinsip dari hasil
percobaan tersebut.
B. Konsep Dasar
Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Metode
Discovery Learning adalah teori
belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila
pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the
learning that takes place when the student is not presented with subject matter
in the final form, but rather is required to organize it him self”
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari
Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Bruner
memakai metode yang disebutnya Discovery
Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu
bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery
Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu
terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps
and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai
strategi belajar, Discovery Learning
mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry)
dan Problem Solving. Tidak ada
perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan
kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri
masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh
pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah
itu melalui proses penelitian.
Problem
Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan
masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau
bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan
tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian
mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka
pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan
mengaplikasikan metode Discovery Learning
secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang
bersangkutan. Penggunaan metode Discovery
Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan
kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher
oriented ke student oriented.
Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan
dari guru ke modus Discovery siswa
menemukan informasi sendiri.
Pembelajaran
penemuan (Discovery Learning) adalah
suatu proses dimana para siswa berinteraksi dengan lingkungannya dan memperoleh
informasi bagi diri mereka sendiri, dengan menelusuri dan memanipulasi objek
atau dengan melakukan percobaan laboratorium yang sistematis. Siswa terkadang
mengingat dan mentransfer informasi secara lebih efektif ketika mereka
mengkonstruksinya sendiri ketimbang hanya membacanya atau mendengarnya (de Jong
dan van Joolingen, 1998; M.A. McDaniel dan Schlager, 1990; D.S. McNamara dan
Healy, 1995). Kita dapat dengan mudah menjelaskan temuan ini dengan menggunakan
prinsip-prinsip psikologi kognitif. Ketika para siswa menemukan sesuatu
sendiri, mereka dapat memberikan lebih banyak pikiran ke informasi atau
keterampilan itu dibandingkan jika sebaliknya.
Ada beberapa kesimpulan umum tentang
pembelajaran penemuan yang dapat diperoleh dari temuan-temuan penelitian ini :
a)
Ketika kita
mempertimbangkan prestasi akademik secara keseluruhan, pembelajaran
penemuan tidak lebih baik atau lebih buruk dibandingkan pendekatan yang lebih
ekspositoris.
b)
Ketika kita
mempertimbangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, pembelajaran
pemnemuan terkadang lebih disukai untuk mengembangkan transfer, pemecahan
masalah, kreatifitas dan pembelajarang yang diatur sendiri (self-reguled
learning).
c)
Ketika kita
mempertimbangkan manfaat motivasi dan afektif, pembelajaran penemuan
seringkali meningkatkan sikap yang lebih positif terhadap guru dan tugas-tugas
sekolah ketimbang pengajaan tradisional.
Kita juga harus
mempertimbangkan tiga masalah potensial dalam pembelajaran penemuan (Karpov,
2003; Schauble, 1990; B.Y White dan Frederiksen , 2005). Pertama, siswa tidak
selalu memiliki keterampilan metakognitif yang memadai atau secara efektif
mengarahkan eksplorasi mereka dan memantau penemuan mereka. Kedua, siswa
terkadang mengonstruksi pemahaman yang keliru dari aktivitas-aktivitas
penemuan, misalnya mereka salah menafsirkan atau mendistorsi bukti yang mereka
kumpulkan dalam suatu percobaan, dengan mencari dukungan terhadap miskonsepsi
yang ada. Terakhir, aktivitas pembelajaran penemuan seringkali membutuhkan
waktu lebih banyak dibandingkan pengajaran ekspositoris, dan para guru merasa
bimbang antara memberikan pengalaman penemuan dan menyampaikan semua topik yang
diwajibkan dalam kurikilum.
Dalam mengaplikasikan model
pembelajaran Discovery Learning
guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi
seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientis,
historin, atau ahli matematika.
Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
Discovery Learning dapat:
Discovery Learning dapat:
a)
Membantu
siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini,
seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b)
Pengetahuan
yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
c)
Menimbulkan
rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d)
Model
pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
e)
Menyebabkan
siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
f)
Model
pembelajaran discovery learning ini
dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya.
g)
Berpusat
pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam
situasi diskusi.
h)
Membantu
siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada
kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i)
Siswa
akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j)
Membantu
dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang
baru;
k)
Mendorong
siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l)
Mendorong
siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m)
Memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih
terangsang;
n)
Proses
belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya;
o)
Meningkatkan
tingkat penghargaan pada siswa;
p)
Kemungkinan
siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
q)
Dapat
mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan
asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai,
akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan
antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien
untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama
untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Model pembelajaran discovery learning lebih cocok untuk
mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan
emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Panduan
meningkatkan pembelajaran penemuan atau mengimplementasikan aktivitas
pembelajaran penemuan secara efektif.
·
Pastikan siswa
memiliki pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menafsirkan temuan mereka
secara tepat.
Siswa akan mendapatkan manfaat dari aktifitas pembelajaran penemuan
ketika mereka memiliki pengetahuan awal yang dibutuhkan untuk menafsirkan
pengamatan mereka secara tepat (de Jong dan van Joolingen, 1998; N.
Frederiksen, 1984; Moreho, 2006). Misalnya, meminta siswa melakukan eksperimen
untuk menentukan pengaruh gravitasi terhadap kecepatan suatu benda yang jatuh
biasanya akan lebih bermanfaat jika siswa telah mengenal konsep gravitasi dan
kecepatan.
·
Sediakan
struktur tertentu untuk memandu aktivitas penemuan siswa.
Anak kecil sering belajar dari eksplorasi acak terhadap lingkungan
mereka-misalnya dengan bereksperimen dan menemukan sifat-sifat pasir kering,
pasir basah, dan air (Hutt, Tyler, Hutt & Christopherson, 1989). Meski
demikian, umumnya siswa mendapat manfaat lebih dari aktivitas-aktivitas yang
direncanakan dan dirancah (schffold)
dengan hati-hati yang membantu mereka mengontruksi tafsiran-tafsiran yang tepat
(Hickey, 1997; Mayer, 2004; B.Y White & Frederiksen, 1990)
C. Sintaks Model Pembelajaran Penemuan (Discovery
Learning)
Langkah-Langkah
Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning
1. Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran
penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:
· Menentukan tujuan pembelajaran
· Melakukan identifikasi karakteristik
siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
· Memilih materi pelajaran.
· Menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
· Mengembangkan bahan-bahan belajar
yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari
siswa
· Mengatur topik-topik pelajaran dari
yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai ke simbolik
· Melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa
2. Pelaksanaan
a. Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar
dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement
(pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah
selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah)
c. Data collection
(Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru
juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
(Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing
(Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan
data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para
siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan
cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
e. Verification
(Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f. Generalization
(menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik
kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
D. Keunggulan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
a.
Kelebihan
Model Discovery Learning
Ini
dijelaskan pula oleh Sudirman dkk, dalam buku ilmu pendidikan, sebagai berikut.
Pengajaran
berubah dari teacher centered menjadi student centered Prof.
Bruner, mengemukakan pendapat beberapa keunggulan model penemuan ini, yaitu :
1.
siswa akan mengerti konsep dasar dan
ide-ide lebih baik;
2.
membantu dan mengembangkan ingatan
dan transfer kepada situasi
proses
belajar yang baru;
3.
mendorong siswa berfikir dan bekerja
atas inisiatif sendiri;
4. mendorong siswa berfikir intuisi dan
merumuskan hipotesis sendiri;
5. memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik; dan
6. situasi
proses belajar menjadi lebih terangsang.
7. proses
belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya
8. meningkatkan
tingkat penghargaan siswa
9. kemungkinan
siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar.
10. dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu
11.
menghindarkan
cara belajar tradisional (Sudirman dkk, 1990:1969-
1711)
b.
Kekurangan Model Discovery Learning
Ada beberapa kelemahan Model discovery Learning, yaitu
sebagai berikut.
1. Metode ini
berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang
kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga
pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. Di pihak lain justru menyebabkan
akan timbulnya kegiatan diskusi.
2. Metode ini
tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu
yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3. Harapan-harapan
yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
4. Pengajaran discovery lebih
cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep,
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5. Pada beberapa disiplin ilmu,
misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para
siswa
6. Tidak menyediakan
kesempatan-kesempatan bagi berfikir yang akan ditemukan oleh siswa telah
dipilih lebih dahulu oleh guru, dab proses penemuannya adalah dengan bimbingan
guru (Hamalik, 1986: 122).
E. Konsep
Dasar Model
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Apakah model pembelajaran berbasis proyek itu? Model
pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebuah
model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti
pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap).
Saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih lebih
terfokus pada hasil belajar berupa pengetahuan (knowledge) semata. Itupun
sangat dangkal, hanya sampai pada tingkatan ingatan (C1) dan pemahaman (C2) dan
belum banyak menyentuh aspek aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan
evaluasi (C6). Ini berarti pada umumnya, pembelajaran di sekolah belum
mengajak siswa untuk menerapkan, mengolah setiap unsur-unsur konsep yang
dipelajariuntuk membuat (sintesis) generaliasi, dan belum mengajak siswa
mengevaluasi (berpikir kritis) terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
telah dipelajarinya. Sementara itu, aspek keterampilan (psikomotor) dan sikap (attitude)
juga banyak terabaikan.
Dalam rasional perubahan kurikulum sebelumnya
(KTSP/Kurikulum 2006) ke Kurikulum 2013 disebutkan bahwa perkembangan
pengetahuan dan pedagogi dalam hal ini neurologi, psikologi, observation
based (discovery) learning dan collaborative learning adalah salah
satu alasan pentingnya perubahan kurikulum. Hal ini tentu berimplikasi pada
model-model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan mengajar di sekolah.
Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan adalah model
pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Hal ini tentunya
bukan tanpa alasan, karena mengingat karakteristik-karakteristik unggul dari
model pembelajaran ini yang mampu mengakomodasi alasan tersebut di atas.
Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari
kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah).
Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif
menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada
mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim
(berkelompok) kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi
pemikiran yang lebih kritis dan analitis.
Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based
Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh
guru sehingga secara otomatis guru berarti juga menggunakan pendekatan
saintifik (scientific approach) dalam pembelajarannya. Pendekatan
saintifik adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan
berdasarkan cara kerja ilmiah. Melalui pendekatan saintifik ini siswa akan
diajak meniti jembatan emas sehingga ia tidak hanya mendapatkan ilmu
pengetahuan (knowledge) semata tetapi juga akan mendapatkan keterampilan
dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam kehidupannya kelak. Saat belajar
menggunakan model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa dapat berlatih
menalar secara induktif (inductive reasoning). Sebagai salah satu model
pembelajaran dalam pendekatan saintifik, project based learning (model
pembelajaran berbasis proyek) sangat sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A
Tahun 2013 Lampiran IV mengenai proses pembelajaran yang harus memuat 5M, yaitu: (1) mengamati; (2) menanya;
(3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.
Dalam model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa
melakukan pembelajaran aktif. Mereka benar-benar akan dibuat aktif baik secara
hands on (melalui kegiatan-kegiatan fisik), maupun secara minds on (melalui
kegiatan-kegiatan berpikir/secara mental). Karena itulah, ruh dari pelaksanaaan
model pembelajaran berbasis proyek ini sesuai sekali dengan amanat Kurikulum
2013. Siswa, melalui pembelajaran aktif akan melakukan aktifitas 5M (mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan)
F. SINTAKS atau Langkah-Langkah
Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Di dalam pelaksanaannya, model
pembelajaran berbasis proyek memiliki langkah-langkah (sintaks) yang menjadi
ciri khasnya dan membedakannya dari model pembelajaran lain seperti model
pembelajaran penemuan (discovery learning model) dan model pembelajaran
berdasarkan masalah (problem based learning model). Adapun
langkah-langkah itu adalah;
(1)
Menentukan Pertanyaan Dasar
Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan
menemukan apa sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar
untuk memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja
topik yang dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata.
(2)
Membuat Desain Proyek
Selanjutnya dengan dibantu guru, kelompok-kelompok siswa
akan merancang aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing.
Semakin besar keterlibatan dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan
dalam proyek itu, akan semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek
tersebut
(3)
Menyusun Penjadwalan
Selanjutnya, guru dan siswa menentukan batasan waktu yang
diberikan dalam penyelesaian tugas (aktivitas) proyek mereka.
(4)
Memonitor Kemajuan Proyek
Dalam berjalannya waktu, siswa melaksanakan seluruh
aktivitas mulai dari persiapan pelaksanaan proyek mereka hingga melaporkannya
sementara guru memonitor dan memantau perkembangan proyek kelompok-kelompok
siswa dan memberikan pembimbingan yang dibutuhkan.
(5)
Penilaian Hasil
Pada tahap berikutnya, setelah siswa melaporkan hasil proyek
yang mereka lakukan, guru menilai pencapaian yang siswa peroleh baik dari segi
pengetahuan (knowledge terkait konsep yang relevan dengan topik), hingga
keterampilan dan sikap yang mengiringinya.
(6)
Evaluasi Pengalaman
Terkahir, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merefleksi semua kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek
yang telah mereka lakukan agar di lain kesempatan pembelajaran dan aktivitas
penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi.
G. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran
Berbasis Proyek
Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis Proyekdapat
dijelaskan sebagai berikut.
1.
Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek:
a.
Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka
perlu untuk dihargai.
b.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c.
Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem
yang kompleks.
d.
Meningkatkan kolaborasi.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
f.
Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
g.
Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu
dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan
tugas.
h.
Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik
secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
i.
Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian
diimplementasikan dengan dunia nyata.
j.
Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta
2.
Kelemahan Pembelajaran
Berbasis Proyek:
a.
Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b.
Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c.
Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di
mana instruktur
memegang peran utama di kelas.
d.
Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e.
Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam
percobaan dan
pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
f.
Ada kemungkinanpeserta
didikyang kurang aktif dalam kerja
kelompok.
g.
Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok
berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik
secara keseluruhan
Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang
pendidik harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam
menghadapi masalah, membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek,
meminimalis dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di
lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga
tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa nyaman dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran Berbasis Proyek ini
juga menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan seperti kolaborasi dan
refleksi. Menurut studi penelitian, Pembelajaran Berbasis Proyek membantu siswa
untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka, sering menyebabkan absensi
berkurang dan lebih sedikit masalah disiplin di kelas. Siswa juga menjadi lebih
percaya diri berbicara dengan kelompok orang, termasuk orang dewasa. Pelajaran
berbasis proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-anak
bersemangat dan antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering
mendapatkan lebih banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat
mereka untuk mata pelajaran lainnya. Antusias peserta didik cenderung untuk
mempertahankan apa yang mereka pelajari, bukan melupakannya secepat mereka
telah lulus tes.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran
dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sintaks Model
Discovery Learning terdiri dari tahap langkah persiapan dan pelaksanaan
keunggulan model discovery learning, yaitu mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
, mendorong siswa berfikir intuisi dan
merumuskan hipotesis sendiri , memberikan keputusan yang bersifat intrinsic sedangkan kelemahannya,
yaitu metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar
, metode
ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak
Model pembelajaran berbasis proyek (project based
learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek
(kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan
eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh
berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Adapun Sintaks
dari project based learning ,yaitu Menentukan Pertanyaan Dasar , Membuat Desain
Proyek , Menyusun Penjadwalan , Memonitor Kemajuan Proyek, Penilaian Hasil,
Evaluasi Pengalaman.
B.
Saran
Untuk memahami materi mengenai model pembelajaran akan lebih
efektif jika selain mempelajari teorinya , kita juga bisa melihat langsung
pelaksanaannya dengan cara turun langsung ke sekolah-sekolah untuk melihat
bagaimana model-model itu diterapkan. Selain itu , memiliki banyak jumlah
referensi juga akan sangat membatu pada proses pemahaman model-model
pembelajran ini.